ZONAUTARA.com – Matahari di langit di Manado pada Minggu (20/07/2025) kala itu tengah terik menyengat.
Usai beribadah di gereja, sejumlah nelayan tengah beraktivitas di tepi pantai Desa Gangga Satu, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sedangkan nelayan lainnya asyik bercengkerama dengan keluarga, sanak kerabat.
Ketenangan di siang itu pecah di kala seorang Gembala Herces Amar (sebutan untuk pimpinan di gereja) – yang juga relawan DESTANA- di desa itu tetiba berlari tergesa-gesa mengabarkan ada kebakaran kapal di seberang laut. Gembala Herces merupakan bagian dari relawan tim reaksi cepat (TRC) yang memang sudah tugasnya untuk memberitahukan tanda-tanda dalam lingkup bencana tsunami.
Sesaat, Tian dan nelayan lainnya segera mempersiapkan kapal kecilnya. Mereka membawa bahan bakar cadangan sekitar tiga galon untuk setiap kapal.
“Sudah jadi standar buat kami di kapal, masing-masing isinya 35 liter, jadi ada sekitar 105 liter,” ujar Tian saat ditemui Zonautara.com, pada Kamis (24/07/2025).
Dengan peralatan seadanya dan naluri terlatih, puluhan perahu dan kapal berukuran kecil hingga sedang berpacu mengejar waktu, bergegas melakukan upaya pencarian, evakuasi dan penyelamatan, yang lebih dikenal dengan istilah SAR (Search and Rescue).
Upaya mereka membuahkan hasil. Ratusan korban yang belakangan diketahui merupakan penumpang dan awak KM Barcelona V-a yang terbakar itu, berhasil diselamatkan dan dibawa ke daratan usai terombang ambing di laut perairan Talise itu.
Mengenal Potensi SAR (Search and Rescue)
Mungkin kita pernah mendengar istilah SAR, kependekan dari Search and Rescue, atau dalam bahasa Indonesia berarti Pencarian dan Pertolongan.
Namun, siapa sebetulnya yang dimaksud dengan Potensi SAR? Mereka adalah individu atau kelompok masyarakat, sipil maupun instansi, yang memiliki hati tulus untuk menolong dan dibekali dengan kemampuan khusus dalam menghadapi situasi darurat atau bencana. Mereka bukan sekadar relawan biasa; mereka adalah mitra strategis Basarnas, tangan-tangan yang siap terulur saat musibah melanda.
Pentingnya Kehadiran Potensi SAR
Bayangkan sebuah skenario: gempa bumi dahsyat mengguncang sebuah desa terpencil di Sulawesi Utara. Akses jalan terputus, komunikasi lumpuh. Tim Basarnas mungkin butuh waktu untuk mencapai lokasi. Di sinilah Potensi SAR menunjukkan perannya yang tak tergantikan. Mereka, yang seringkali merupakan warga lokal atau komunitas terdekat, bisa menjadi responden pertama.
Dengan pengetahuan medan yang mumpuni dan kesigapan yang telah terlatih, mereka mampu memberikan respons awal yang cepat. Ini bukan hanya soal mencapai lokasi lebih dulu, tetapi juga tentang memberikan pertolongan pertama pada korban yang terluka, mengevakuasi mereka dari reruntuhan, atau bahkan sekadar mengumpulkan informasi awal yang sangat berharga bagi tim SAR profesional yang akan tiba.
Sama halnya dengan peristiwa KM Barcelona V.A yang terbakar, butuh waktu bagi Basarnas dan Bakamla untuk tiba di lokasi kejadian.
“Jadi awal menerima informasi yang pertama, kami dapat dari KSOP Manado terkait kapal yang terbakar, yang kedua dari Bakamla,” jelas George Randang, Kepala Kantor SAR Manado saat ditemui di Kantor KSOP Kelas III Manado, Jumat (25/07/25).
Kehadiran Potensi SAR juga berarti peningkatan kapasitas secara signifikan. Indonesia adalah negara kepulauan yang rawan bencana. Kapasitas Basarnas, meskipun kuat, tentu memiliki keterbatasan. Dengan ribuan relawan Potensi SAR yang tersebar di seluruh penjuru negeri, kekuatan Basarnas berlipat ganda. Mereka menjadi mata dan telinga, tangan dan kaki tambahan yang mampu menjangkau pelosok-pelosok yang sulit.
“Jadi ada satu program dari World Bank melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan pelatihan tujuannya mewujudkan desa tangguh bencana (Destana), Desa Gangga Satu terpilih menjadi lokus pelatihan karena posisi kami ada pada pertemuan sesar atau patahan patahan lempeng yang berpotensi tsunami,” ujar Tian, seorang warga dan juga nelayan di Desa Gangga Satu.
Ia juga menjelaskan seberapa besar manfaat pelatihan ini bagi masyarakat pesisir
“Jadi sebenarnya kami dilatih untuk menghadapi tsunami. Tapi semua yang dilatihkan dapat digunakan dalam ragam situasi darurat lainnya. Contohnya saat kejadian ini,” ujar Tian.
Selain itu, Potensi SAR juga berperan dalam penyebaran informasi yang akurat dari lapangan, membantu optimalisasi sumber daya Basarnas, dan yang tak kalah penting, mereka memberdayakan masyarakat itu sendiri. Karena itu pelatihan dan keterlibatan membuat masyarakat menjadi lebih tanggap, lebih mandiri, dan lebih berdaya dalam menghadapi potensi ancaman di lingkungan mereka.
Siapa Saja yang Siap Menjadi Garda Terdepan?
Dikutip dari situs Basarnas, elemen Potensi SAR sangatlah beragam. Mereka bisa berasal dari masyarakat umum dengan semangat kerelawanan tinggi, organisasi pecinta alam yang terbiasa menjelajah hutan dan gunung, organisasi sosial atau kemanusiaan yang memang berfokus pada misi kemanusiaan, hingga instansi pemerintah non-SAR seperti TNI, Polri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), atau Palang Merah Indonesia (PMI). Bahkan, kelompok nelayan atau komunitas maritim menjadi garda terdepan di laut, sementara pilot atau komunitas penerbangan siap membantu dari udara. Tak jarang, mereka adalah mahasiswa, pekerja, atau bahkan ibu rumah tangga yang memiliki waktu luang dan ingin berkontribusi.
Bekal untuk Misi Kemanusiaan: Keterampilan yang Dilatihkan
Untuk menjadi bagian dari Potensi SAR, semangat saja tidak cukup. Mereka harus dibekali dengan ilmu dan keterampilan yang mumpuni. Basarnas dan lembaga terkait lainnya telah menyiapkan serangkaian pelatihan yang komprehensif, bertujuan untuk mempersiapkan mereka menghadapi berbagai skenario darurat.
Beberapa keterampilan inti yang dilatihkan meliputi:
- Manajemen Bencana: Ini bukan hanya tentang respons, tetapi juga pemahaman mendalam tentang siklus bencana, mulai dari mitigasi (pencegahan), kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi pasca-bencana. Relawan diajarkan bagaimana merencanakan dan mengorganisir diri dalam menghadapi krisis.
- Teknik Pencarian (Search Techniques): Relawan dibekali metode pencarian yang sistematis, baik di darat (misalnya di hutan, perkebunan, atau area terbuka), di air (sungai, danau, laut), maupun di reruntuhan bangunan akibat gempa atau longsor. Mereka belajar pola pencarian yang efektif untuk memaksimalkan peluang menemukan korban.
- Pertolongan Pertama (First Aid): Ini adalah keterampilan dasar yang sangat vital. Relawan dilatih untuk memberikan penanganan medis awal pada korban, seperti menghentikan pendarahan, menangani luka bakar, mengatasi syok, membalut patah tulang, hingga melakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan, sebelum tim medis profesional tiba.
- Evakuasi dan Penyelamatan (Evacuation and Rescue): Keterampilan ini mencakup teknik memindahkan korban dari lokasi berbahaya ke tempat yang lebih aman. Ini bisa berupa evakuasi korban dari ketinggian, dari dalam air, atau dari area yang sulit dijangkau, dengan menggunakan peralatan dan prosedur yang aman.
- Navigasi Darat: Relawan diajarkan cara membaca peta topografi, menggunakan kompas, dan mengoperasikan GPS untuk menentukan posisi, merencanakan rute, dan menemukan titik-titik penting di lapangan, terutama di daerah yang tidak dikenal atau minim petunjuk.
- Penggunaan Alat SAR: Mereka dilatih untuk mengenal dan menggunakan berbagai peralatan SAR, mulai dari tali temali (simpul dasar, teknik rappelling dan ascending), carabiner, figure-eight, hingga penggunaan perahu karet, pelampung, tandu, dan alat-alat pendukung lainnya.
- Komunikasi SAR: Dalam operasi SAR, komunikasi yang jelas dan efektif adalah kunci. Relawan belajar prosedur komunikasi radio, penggunaan kode-kode standar, dan cara menyampaikan informasi penting secara cepat dan akurat kepada pusat komando atau tim lain di lapangan.
- Keselamatan Diri (Self-Safety): Prioritas utama dalam setiap operasi SAR adalah keselamatan relawan itu sendiri. Mereka diajarkan cara mengidentifikasi potensi bahaya, mengambil tindakan pencegahan, dan memastikan diri mereka aman saat melakukan tugas penyelamatan.
- Water Rescue (Penyelamatan di Air): Keterampilan khusus ini melibatkan teknik penyelamatan korban di perairan, baik arus deras, danau, maupun laut, termasuk teknik berenang penyelamat, penggunaan perahu, dan penanganan korban tenggelam.
- Vertical Rescue (Penyelamatan di Ketinggian): Untuk medan vertikal seperti tebing, jurang, atau bangunan tinggi yang runtuh, relawan dilatih teknik khusus menggunakan sistem tali, harness, dan peralatan pendukung lainnya untuk menaikkan atau menurunkan korban dengan aman.
Pelatihan ini biasanya diselenggarakan oleh Basarnas sendiri, baik di tingkat pusat maupun daerah. BPBD, PMI, serta unit-unit SAR dari TNI dan Polri juga sering terlibat dalam melatih potensi SAR. Bahkan, beberapa organisasi nirlaba dan komunitas SAR lokal yang telah terstandardisasi juga ikut berkontribusi dalam membekali para relawan.
Pentingnya Potensi SAR di Tiap Bencana
Saat bencana besar terjadi, seperti gempa bumi di Palu atau tsunami di Aceh, jumlah korban dan area terdampak seringkali melampaui kapasitas tim SAR profesional. Di sinilah Potensi SAR membuktikan signifikansinya.
Mereka menjadi penambah kekuatan yang vital, mengisi celah dan mempercepat penanganan. Pengetahuan lokal yang dimiliki seringkali menjadi kunci dalam menemukan korban atau jalur evakuasi yang aman. Dengan adanya mereka, operasi SAR bisa berjalan lebih efisien dan efektif, karena adanya pembagian tugas dan dukungan sumber daya.
Jadi, ketika mendengar kata Potensi SAR, bayangkanlah sekelompok individu yang berani, terlatih, dan penuh dedikasi. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang siap siaga di garis depan setiap kali bencana mengancam. Mereka adalah kekuatan kemanusiaan yang tak ternilai.