Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset akan dibahas dengan cara yang terbuka dan transparan. Ia menekankan pentingnya partisipasi publik dalam proses ini, agar masyarakat tidak hanya mengetahui judul undang-undang, tetapi juga memahami isi dan substansinya.

"Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik," ungkap Bob dalam sebuah wawancara yang dilansir oleh Antara pada Kamis  (11/9).

Bob juga menekankan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset harus sejalan dengan reformasi hukum pidana yang sedang berlangsung. RUU ini akan disusun secara paralel dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang saat ini sedang difinalisasi. Hal ini penting karena perampasan aset berkaitan erat dengan mekanisme hukum acara pidana.

"Harus jelas, apakah perampasan aset termasuk pidana asal, pidana tambahan, pidana pokok, atau bahkan masuk ranah perdata," tambahnya.

Bob juga mengingatkan bahwa KUHP baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Oleh karena itu, penyusunan RKUHAP dan RUU Perampasan Aset harus berjalan beriringan untuk menciptakan sinkronisasi yang kuat dalam sistem hukum nasional.

"Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026, maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh," tegasnya.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, juga menegaskan komitmen pemerintah dalam mendorong RUU Perampasan Aset. Ia menyatakan bahwa pembahasan RUU ini perlu disinkronkan dengan RKUHAP agar tidak terjadi tumpang tindih.

"RUU Perampasan Aset sudah ditetapkan menjadi prioritas dalam Prolegnas 2025-2026. Saat ini, pembahasan sedang berlangsung untuk menentukan inisiatif siapa yang akan diambil. RUU yang ada di DPR saat ini diajukan oleh Presiden Joko Widodo dan sudah menunjuk beberapa menteri terkait," jelas Yusril di Mapolrestabes Makassar pada Kamis, 11 September 2025.

Namun, pergantian pemerintahan seringkali membuat pembahasan RUU yang diajukan pemerintah tertunda. Saat ini, DPR sedang memastikan apakah RUU ini akan diteruskan atau ditarik kembali oleh pemerintah. "Pembicaraan di DPR cenderung mengarah pada pengajuan rancangan undang-undang baru perampasan aset, tetapi pembahasan itu akan dilakukan setelah RKUHAP selesai," ungkapnya.

Yusril menekankan pentingnya menyelesaikan pembahasan RKUHAP secepatnya, karena KUHAP baru dijadwalkan mulai berlaku pada Januari 2026. "Pembahasan KUHAP harus selesai pada akhir tahun ini. Jika tidak, kita akan kesulitan untuk melaksanakan KUHAP baru yang akan mulai berlaku pada bulan Januari tahun 2026," tegasnya.