Keluarga almarhum Muhammad Sholeh bin Abdurrahman, seorang santri berusia 22 tahun dari Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, yang meninggal dunia akibat musibah runtuhnya musala di Pesantren Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, telah membuat keputusan yang mengejutkan. Mereka memilih untuk mengembalikan santunan yang diberikan oleh pihak pesantren.

Kakak kandung korban, Abdul Fattah, menjelaskan bahwa meskipun mereka sangat menghargai perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh pesantren, keluarga memutuskan untuk tidak menerima santunan tersebut.

"Kami tidak mau menerima santunan itu bukan karena apa-apa, hanya ingin mendapatkan ridho-nya kiai dan guru di pesantren. Semoga doa dan ridho beliau menjadi keberkahan bagi almarhum dan keluarga kami yang ditinggalkan," ungkap Abdul Fattah pada Rabu, 1 Oktober 2025.

Penjelasan Pihak Pesantren

Sementara itu, KHR Muhammad Ubaidillah Mujib, Dewan Pengasuh Pesantren Al-Khoziny, menjelaskan bahwa santunan tersebut sebenarnya diberikan sebagai bentuk duka cita dan permohonan maaf kepada keluarga korban.

"Kami turut berbela sungkawa. Semoga almarhum Sholeh wafat dalam keadaan husnul khatimah, karena meninggal saat shalat dan dalam posisi sebagai penuntut ilmu," kata Kiai Mamad, sapaan akrabnya.

Walaupun demikian, santunan duka dan biaya pemulangan jenazah yang telah disampaikan oleh pihak pesantren akhirnya diterima, namun kemudian dikembalikan lagi oleh Abdul Fattah.

Di sisi lain, tim SAR gabungan masih terus melakukan pencarian terhadap santri yang diduga tertimbun reruntuhan musala. Hingga berita terakhir, sebanyak 120 santri berhasil dievakuasi. Sayangnya, musibah ini juga merenggut nyawa tiga santri, yaitu Maulana Alfian Ibrahim dari Kali Anyar Kulon Surabaya, Mochammad Mashudulhaq asal Surabaya, dan Muhammad Sholeh dari Belitung.