Bola.com, Jakarta - Pemerintah Israel mendeportasi lebih dari 130 aktivis internasional yang ditangkap setelah berupaya menembus blokade Gaza melalui armada bantuan Global Sumud Flotilla.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Kementerian Luar Negeri Israel pada Sabtu (4-10-2025), disebutkan sebanyak 137 aktivis dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Italia, telah dipulangkan ke negara asal mereka.
Baca Juga
Empat di antaranya, yang merupakan warga Italia, sudah dideportasi sehari sebelumnya.
"Israel berupaya mempercepat proses deportasi terhadap mereka yang ditahan dari armada tersebut," demikian keterangan resmi pemerintah Israel, seperti dikutip CBS News, Minggu (5-10-2025).
Bek Timnas Indonesia U-22, Kadek Arel, mengungkapkan bahwa Thailand dan Vietnam menjadi ancaman terbesar di SEA Games 2025. Dengan pengalaman di Piala AFF U-23 dan Piala AFC, pemain Bali United ini yakin Garuda Muda siap mempertahankan medali emas. S...
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Armada Bantuan Terbesar Menuju Gaza
Armada Global Sumud Flotilla berangkat dari Spanyol bulan lalu dengan membawa hampir 50 kapal dan sekitar 500 aktivis, termasuk sejumlah politisi dan aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg.
Misi kemanusiaan ini menjadi upaya terbesar dalam beberapa tahun terakhir untuk menembus blokade maritim Israel di Gaza yang telah berlangsung selama 18 tahun.
Rombongan itu bermaksud mengirimkan bantuan makanan dan logistik kepada warga Palestina di wilayah yang terisolasi tersebut. Namun, perjalanan mereka berakhir tragis setelah pasukan Israel mencegat hampir seluruh armada di perairan internasional, Kamis lalu.
Beberapa drone, yang dilaporkan mendapat persetujuan langsung dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, disebut menargetkan kapal-kapal dalam armada, menurut laporan CBS News.
Kecaman dari Dunia Internasional
Langkah Israel memicu kecaman keras dari berbagai pemimpin dunia. Kementerian Luar Negeri Turki menilai tindakan penahanan dan penyitaan kapal itu sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
Associated Press melaporkan bahwa kapal terakhir dalam armada ditangkap pada Jumat kemarin.
Israel, di sisi lain, menyebut para peserta sebagai provokator dan menuduh sebagian di antara mereka memiliki hubungan dengan Hamas, tuduhan yang dibantah keras oleh para aktivis.
Kementerian Luar Negeri Israel juga mengklaim sejumlah peserta menolak proses deportasi dan menyebut ada beberapa negara yang enggan menerima kembali warganya, tanpa merinci negara mana yang dimaksud.
Gelombang Solidaritas Global
Penangkapan dan deportasi aktivis armada kemanusiaan ini memicu gelombang protes besar-besaran di berbagai negara.
Di Italia, lebih dari 2 juta orang dilaporkan ikut serta dalam aksi mogok nasional pada Jumat untuk menunjukkan solidaritas terhadap warga Gaza.
Unjuk rasa serupa juga terjadi di Spanyol, dengan sekitar 70 ribu orang turun ke jalan di Barcelona, sementara ribuan lainnya berkumpul di Madrid dan Lisbon, Portugal.
Di Yunani, otoritas setempat memperkirakan demonstrasi akan berlanjut sepanjang akhir pekan di Athena.
Dalam situasi yang makin tegang, Hamas pada Jumat mengumumkan telah menyetujui sebagian proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Presiden AS, Donald Trump, awal pekan ini.
Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan kepada CBS News bahwa Washington menilai langkah Hamas tersebut sebagai sinyal positif, meski masih ada detail yang harus disepakati.
Di platform Truth Social, Trump menulis bahwa Hamas "siap untuk perdamaian abadi" dan mendesak Israel menghentikan serangan di Gaza.
Sumber Associated Press menyebut Israel kini berada dalam posisi bertahan di Gaza dan belum lagi melancarkan operasi ofensif besar, meski pasukannya masih bertahan di wilayah tersebut.
Konflik yang Belum Berakhir
Perang antara Israel dan Hamas pecah pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan yang berbasis di Gaza melancarkan serangan ke wilayah selatan Israel. Sebagai balasan, Israel melakukan serangan udara dan operasi darat besar-besaran di Jalur Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 67 ribu warga Palestina tewas sejak konflik dimulai, meski angka itu tidak membedakan antara korban sipil dan militan.
Pemerintah Israel memperkirakan sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza, dan kurang dari setengahnya diyakini masih hidup hingga kini.
Sumber: merdeka.com