Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, trauma pada anak adalah respons emosional yang terjadi setelah seorang anak mengalami peristiwa yang sangat menegangkan, menakutkan, atau berbahaya. Peristiwa traumatis ini dapat mencakup pelecehan, kekerasan, kecelakaan, bencana alam, kehilangan orang tua, atau penyakit serius yang mengancam jiwa. Memahami dampak dari pengalaman tersebut menjadi langkah awal penting dalam proses penyembuhan.
Jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, trauma dapat memengaruhi rasa aman dan kepercayaan anak, serta berpotensi menyebabkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Oleh karena itu, dukungan dari orang dewasa yang dipercaya sangat krusial untuk membantu anak-anak mengatasi pengalaman sulit ini. Penanganan dini dan tepat akan sangat membantu perkembangan emosional dan psikologis mereka di masa depan.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif bagaimana cara menghadapi anak yang trauma, mulai dari mengenali tanda-tandanya hingga strategi praktis yang dapat diterapkan orang tua dan pengasuh. Kami juga akan menyertakan informasi mengenai kapan saatnya mencari bantuan profesional dan sumber daya pendukung yang relevan, khususnya dari referensi terkemuka di Amerika Serikat, untuk memastikan anak dapat pulih dengan optimal.
Advertisement
Advertisement
Memahami dan Mengenali Tanda Trauma pada Anak
Trauma pada anak adalah respons emosional terhadap peristiwa yang sangat mengecewakan, menakutkan, atau berbahaya, seperti pelecehan, kekerasan, kecelakaan, atau bencana alam. Kondisi ini dapat memengaruhi perkembangan emosional dan psikologis anak jika tidak ditangani dengan baik. Mengenali tanda-tanda trauma menjadi langkah penting untuk memberikan dukungan yang tepat bagi anak.
Anak-anak dapat menunjukkan berbagai reaksi setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis, dan gejala trauma dapat bervariasi tergantung usia serta tingkat keparahan kejadian. Penting bagi orang tua dan pengasuh untuk peka terhadap perubahan perilaku atau suasana hati anak. Gejala-gejala ini bisa muncul dalam bentuk fisik, emosional, maupun perilaku yang tidak biasa dari keseharian mereka.
Berikut adalah beberapa gejala umum yang mungkin ditunjukkan oleh anak-anak dan remaja setelah mengalami trauma:
- Mengalami masalah fisik seperti sakit perut atau sakit kepala yang tidak jelas penyebabnya.
- Mengalami mimpi buruk atau masalah tidur lainnya, termasuk menolak tidur atau sering terbangun.
- Kesulitan berkonsentrasi di sekolah atau saat melakukan aktivitas lain.
- Kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka nikmati.
- Merasa bersalah karena tidak dapat mencegah cedera atau kematian.
- Memiliki pikiran untuk balas dendam atau kemarahan yang tidak terkontrol.
- Menjadi kurang mandiri atau bertingkah lebih muda dari usia sebenarnya, seperti mengompol kembali.
- Perubahan suasana hati atau perilaku, seperti lebih sedih, mudah tersinggung, atau marah.
- Cemas atau mudah terkejut, seolah selalu menunggu hal buruk terjadi.
- Menghindari situasi atau objek yang mengingatkan pada peristiwa traumatis.
Pada anak usia dini (5 tahun ke bawah), gejala trauma mungkin terlihat berbeda. Mereka cenderung menempel pada pengasuh, menangis, dan mudah tersinggung. Beberapa anak bahkan kembali ke perilaku seperti mengompol atau mengisap jempol, serta menunjukkan peningkatan ketakutan yang tidak rasional. Sementara itu, anak yang lebih tua (6 tahun ke atas) dan remaja mungkin mengalami masalah di sekolah, menarik diri dari keluarga dan teman, menghindari pengingat peristiwa, atau bahkan menggunakan narkoba, alkohol, atau tembakau sebagai pelarian. Mereka juga bisa bersikap mengganggu, tidak sopan, merusak, atau menunjukkan kemarahan dan kebencian.
Strategi Penting Orang Tua untuk Mendukung Pemulihan Anak
Dukungan dari keluarga, teman, dan orang dewasa yang dipercaya memainkan peran krusial dalam membantu anak-anak mengatasi pengalaman traumatis. Orang tua memiliki peran utama dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemulihan. Salah satu langkah pertama adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan kebutuhan dasarnya terpenuhi, baik secara fisik maupun emosional.
Menciptakan lingkungan yang aman dan stabil sangat penting. Sahabat Fimela bisa membuat ruang aman di rumah, seperti tenda di kamar tidur atau "kursi aman" khusus untuk mereka, di mana anak bisa merasa tenang dan terlindungi. Berikan jaminan bahwa mereka aman dan dicintai, melalui kata-kata dan sentuhan fisik seperti pelukan. Kehadiran fisik dan emosional orang tua akan sangat membantu membangun kembali rasa percaya diri anak.
Mempertahankan rutinitas harian yang teratur juga merupakan strategi efektif. Usahakan untuk menjaga jadwal makan, tidur, dan aktivitas lainnya agar tetap konsisten. Rutinitas memberikan rasa aman dan normalitas, serta membantu anak mengetahui apa yang diharapkan dari hari ke hari. Jika ada perubahan jadwal yang tidak dapat dihindari, jelaskan terlebih dahulu kepada anak agar mereka tidak merasa cemas atau terkejut.
Dengarkan dan validasi perasaan anak tanpa menghakimi. Biarkan anak merasa sedih atau menangis, dan izinkan mereka berbicara, menulis, atau menggambar tentang peristiwa serta perasaan mereka. Dengarkan dengan empati dan beri tahu bahwa tidak apa-apa untuk merasakan apa yang mereka rasakan. Membatasi paparan berita berulang tentang peristiwa traumatis juga penting, terutama bagi anak-anak, karena melihat laporan berulang di TV atau internet dapat memicu kembali ingatan buruk yang mereka alami.
Advertisement
Tindakan Spesifik dan Kapan Mencari Bantuan Profesional
Selain strategi umum, ada tindakan spesifik yang dapat membantu anak mengembangkan keterampilan untuk mengatasi trauma. Salah satunya adalah membantu anak mengembangkan keterampilan regulasi diri. Ajari anak teknik untuk menenangkan diri dan mengelola emosi serta perilaku mereka, seperti pernapasan perut, peregangan, pose yoga, atau mengencangkan dan mengendurkan otot. Latih keterampilan ini agar mereka dapat menggunakannya saat merasa kesal atau marah, misalnya dengan menarik napas dalam-dalam atau mencari orang dewasa yang dipercaya.
Berikan perhatian khusus dan dukungan emosional yang lebih. Anak yang mengalami trauma cenderung lebih bergantung pada orang tua, sehingga memberikan perhatian ekstra dan pelukan dapat membuat mereka merasa lebih aman dan nyaman. Ciptakan rutinitas yang stabil untuk membangun rasa kepercayaan diri dan keamanan yang mungkin hilang akibat trauma. Mengajak anak beraktivitas menyenangkan, seperti bermain atau menonton film kartun kesukaan mereka, juga dapat menjadi pengalihan perhatian yang positif dari pikiran traumatis.
Menjaga kesehatan fisik anak juga tidak kalah penting. Pastikan anak mendapatkan tidur yang cukup, makan dengan baik, dan berolahraga secara teratur. Kesehatan fisik yang prima dapat membantu meningkatkan kesejahteraan emosional mereka dan mempercepat proses pemulihan. Perhatikan asupan nutrisi dan pastikan mereka memiliki waktu bermain yang cukup di luar ruangan.
Jika trauma yang dialami anak cukup parah dan gejalanya tidak membaik, kondisi tersebut dapat berkembang menjadi gangguan mental seperti PTSD. Dalam kasus ini, penanganan khusus dari psikiater atau psikolog anak mungkin diperlukan. Tanda-tanda yang menunjukkan perlunya bantuan profesional meliputi gejala kecemasan yang parah, perubahan perilaku yang signifikan dan berkepanjangan, kesulitan dalam mengatur perilaku dan fokus, atau trauma yang memengaruhi perkembangan anak dan berlanjut hingga dewasa. Terapi seperti Terapi Perilaku Kognitif (CBT), Terapi Bermain, Terapi Keluarga, atau Terapi Perilaku Kognitif Berfokus Trauma (TF-CBT) sering direkomendasikan untuk membantu anak pulih.
Beberapa organisasi di Amerika Serikat menyediakan sumber daya dan bantuan untuk anak-anak yang mengalami trauma dan keluarga mereka. Ini termasuk National Institute of Mental Health (NIMH) yang menyediakan brosur dan lembar fakta, Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA) dengan Disaster Distress Helpline, The National Child Traumatic Stress Network (NCTSN) yang meningkatkan standar perawatan trauma, American Academy of Pediatrics (AAP) melalui National Center for Relational Health and Trauma-Informed Care, Child Mind Institute, dan HealthyChildren.org.