Liputan6.com, Jakarta Chief Investment Officer (CIO) Danantara Indonesia, Pandu Sjahrir, menjelaskan alasan di balik kebijakan membuka peluang bagi profesional asing untuk duduk di jajaran komisaris maupun direksi di BUMN.
Menurut Pandu, langkah ini bukan tanpa dasar. Ia menegaskan bahwa Danantara ingin membawa ekosistem BUMN ke level yang lebih tinggi setara dengan lembaga investasi besar dunia seperti Tamasek Holdings di Singapura atau Abu Dhabi Developmental Holding Company (ADQ).
“Dari sumbang sumber daya manusia kita mencari yang terbaik, terus ada yang nanya kenapa harus ada orang asing? kami selalu bilang kita ingin perusahaan-perusahaan yang ada di Danantara magsife nya mirip dengan Tamasek di Singapura, atau ADQ di Abudabi, dimana semua BUMN itu menjadi aset utamanya,” kata Pandu dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Advertisement
Ia juga menekankan bahwa model pengelolaan Danantara berbeda dengan Government of Singapore Investment Corporation yang menggunakan dana langsung dari kas negara.
“Berbeda dengan GIC dimana itu digunakan dari kas negara yang langsung ditabung dan diinvestasikan,” ujarnya.
Danantara justru fokus mengelola dividen dari BUMN dan mengubahnya menjadi kekuatan bisnis yang berkelas dunia.
“Di sini kita harus bisa mengelola dividen yang dihasilkan dan juga membawa perusahaan-perusahaan di BUMN itu menjadi world class,” ujarnya.
Dorong Efisiensi, Pangkas Skema Tantiem Komisaris
Lebih lanjut, Pandu mengungkapkan, pembenahan besar juga dilakukan pada sistem kompensasi di tubuh BUMN.
Dari hasil evaluasi, pihaknya menemukan bahwa bayaran komisaris di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
"Komisaris-komisaris kita dibandingkan dunia, sorry to say memang terlalu mahal. Ini harus kita ubah secara tantiem," ujarnya.
Advertisement
Berhasil Hemat Rp 8,2 Trilun
Langkah efisiensi tersebut ternyata membuahkan hasil nyata. Melalui penyesuaian tantiem, Danantara berhasil menghemat hingga Rp 8,2 triliun. Dana yang tadinya digunakan untuk bonus kini dialihkan ke sektor yang lebih produktif seperti investasi dan ekspansi bisnis BUMN.
"Itu dari tantiem komisaris. Kalau direksi berbeda. Karena direksi harus bekerja dan kita harus compare dengan global standar. Itu yang kita lakukan," ujarnya.
Meski begitu, Pandu menegaskan bahwa perlakuan terhadap direksi berbeda. Sebab, posisi tersebut menuntut tanggung jawab operasional yang tinggi dan perlu dibandingkan dengan standar global.