Liputan6.com, Tel Aviv - Israel tengah mempersiapkan diri menghadapi konflik militer baru dengan Iran. Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel Amir Baram menegaskan bahwa bentrokan lanjutan dengan Iran tidak terelakkan dan menuntut peningkatan serius dalam sistem pertahanan serta kekuatan tempur.
Pernyataan Baram seperti dilansir Asharq Al-Awsat muncul menyusul serangan udara Israel pada bulan Juni jauh ke dalam wilayah Iran, yang menargetkan komandan militer senior, ilmuwan nuklir, pangkalan rudal Garda Revolusi, dan instalasi radar. Iran membalas dengan rentetan rudal balistik ke arah Israel.
Baram menyatakan bahwa konflik selama 12 hari itu berakhir dengan kemenangan telak bagi Israel, namun dia menekankan bahwa bentrokan di masa depan dengan Iran tidak bisa dihindari. Dia menjelaskan bahwa kepemimpinan Iran tetap utuh, merasa terhina, dan tengah menyalurkan sumber daya besar ke bidang pertahanan serta mempercepat pembangunan kekuatan militernya.
Advertisement
Untuk menjaga keunggulan militer Israel, Baram merinci strategi tiga tahap. Pertama, langkah jangka pendek dengan fokus pada pengadaan dan pasokan kebutuhan mendesak. Kedua, rencana jangka menengah untuk memastikan kesiapan pertahanan selama sepuluh tahun ke depan. Ketiga, pengembangan jangka panjang berupa sistem persenjataan mutakhir yang diyakini mampu mengubah wajah medan tempur di masa depan.
Dia juga mengungkapkan rencana pembentukan Dewan Persenjataan Tertinggi, sebuah badan yang dirancang untuk mempercepat persiapan menghadapi kemungkinan perang dengan Iran maupun musuh-musuh lainnya.
Baram menekankan perlunya bersiap sejak sekarang menghadapi tantangan tidak terduga dan operasi khusus, dengan menyerukan perubahan mendasar dalam cara Israel mengembangkan serta memperoleh teknologi pertahanan penting.
Dukungan terhadap Israel Belum Goyah
Terlepas dari pembatalan sejumlah kesepakatan pertahanan oleh beberapa negara, Baram mengungkapkan bahwa Israel menandatangani kontrak ekspor senjata senilai USD 2,5 miliar pada pekan lalu. Dia mengatakan bahwa negara-negara mitra menyadari pentingnya investasi jangka panjang dalam pertahanan di tengah dunia yang kian tidak stabil.
Yaron Buskila, kepala Asosiasi Pertahanan dan Keamanan Israel, memperkuat peringatan Baram. Berbicara pada 8 September, dia menekankan bahwa konfrontasi dengan Iran masih jauh dari selesai. Dia berpendapat bahwa meski Israel telah memberikan kerusakan serius terhadap program nuklir Iran dalam konflik baru-baru ini, ancaman itu tetap ada.
Sementara itu, muncul rincian baru mengenai serangan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran pada Juni lalu. Kolonel Joshua Wiitala—Komandan 509th Bomb Wing, satuan pengebom strategis Angkatan Udara AS yang bermarkas di Whiteman Air Force Base, Missouri—mengatakan kepada Fox News bahwa 4.000 personel mendukung misi pengebom B-2 terhadap situs nuklir Iran, yang berlangsung selama 30 jam—operasi terlama dalam sejarah.
Wiitala sebagaimana dikutip Fox News menjelaskan, 14 pilot melancarkan serangan presisi dengan bom penembus bunker—yang untuk pertama kalinya dipakai dalam pertempuran—dan berhasil menghantam semua dari 14 target.
Dia menggambarkan misi itu tanpa cela dan memberi penghargaan kepada ribuan personel yang terlibat, mulai dari kru persenjataan hingga staf medis. Para kru bergantian mengambil waktu istirahat singkat selama pengisian bahan bakar di udara dan mengonsumsi minuman berenergi untuk tetap waspada.
Wiitala mengenang bahwa momen paling berarti dalam karier militernya selama 22 tahun adalah memastikan semua pesawat kembali dengan selamat dan menggambarkan keberhasilan penuh operasi itu sebagai sumber kebanggaan besar.
Advertisement