Liputan6.com, Jakarta- Sudah tujuh bulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) digulirkan dan menjangkau lebih dari 15 juta orang di seluruh Indonesia. Namun, di balik capaian itu, kasus keracunan terus berulang.
Tercatat ada lebih dari 10 kejadian keracunan sepanjang program MBG berjalan. Kasus terbaru terjadi di sebuah sekolah di Kapanewon Mlati, Sleman, Yogyakarta. Hampir 100 siswa mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan dari program MBG.
Seharusnya keracunan makanan MBG tak lagi terulang. Sebab, program ini dirancang untuk menyehatkan, bukan justru membahayakan. Dengan anggaran besar mencapai Rp8,2 triliun hingga 11 Agustus 2025, keamanan makanan semestinya menjadi prioritas utama.
Advertisement
Ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Atik Nirwanawati mengatakan, pemerintah sebetulnya bisa mencegah keracunan makanan MBG. Caranya durasi antara proses memasak, penyiapan, dan distribusi makanan dipersingkat maksimal hanya empat jam.
"Kalau cara pemberiannya tidak tepat, bahan makanan terutama yang mengandung protein itu gampang dihinggapi mikroba," kata Atik saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (14/8/2025).
Sejumlah kasus keracunan MBG umumnya terjadi karena makanan yang diberikan sudah tidak lagi segar akibat terlalu lama dibiarkan sebelum dikonsumsi.
Selain menyingkat waktu distribusi, Atik menekankan pentingnya pemilihan bahan baku yang segar dan aman. Proses memasak, pengemasan, hingga distribusi pun harus diawasi langsung oleh ahli gizi.
“Kalau pengawasan dan supervisinya tepat, kemungkinan keracunan itu tidak ada lagi," kata dia.
MBG tak boleh jadi mimpi buruk bagi siswa. Jangan biarkan kejadian serupa terus terulang. Karena setiap anak berhak mendapatkan makanan bergizi, aman, segar, dan menyehatkan.
BGN Wajibkan SPPG Uji Organoleptik
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengambil langkah tegas setelah rentetan kasus keracunan akibat makanan MBG. Salah satunya menyusul keracunan massal di Sragen, Jawa Tengah, yang melibatkan ratusan guru, siswa, dan wali murid dari SDN 4 Gemolong dan SMPN 3 Gemolong.
Dadan kini mewajibkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk melakukan uji organoleptik. Mulai dari pengecekan rasa, aroma, tampilan, dan tekstur, sebelum makanan dibagikan kepada siswa.
“Kalau rasanya sudah tidak enak atau teksturnya berubah, lebih baik ditahan dan diganti dengan makanan lain,” tegas Dadan.
BGN juga memerintahkan agar durasi dari proses memasak hingga makanan sampai ke tangan siswa dipersingkat, meski belum disebutkan batas waktunya secara spesifik.
Selain itu, Dadan menekankan pentingnya seleksi bahan baku yang lebih ketat. “Gangguan kesehatan bisa terjadi karena bahan baku tidak layak. Sekarang kami pastikan bahan yang digunakan benar-benar segar dan aman,” ungkapnya.
Tak hanya itu, protokol distribusi dari dapur ke sekolah kini juga diperketat, termasuk pengawasan ketat terhadap penyimpanan dan penyerahan makanan kepada siswa di sekolah.
Advertisement
Pengawasan Berlapis
Sejak Juni lalu, BGN mulai menerapkan pengawasan berlapis terhadap makanan dalam program MBG. Pengawasan ini melibatkan langsung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan standar keamanan pangan terpenuhi.
BPOM turun tangan memberi pelatihan kepada Satuan Pelaksana Program Institusi (SPPI) dan SPPG mengenai cara produksi pangan olahan yang baik. Selain itu, BPOM juga aktif melakukan pengawasan terhadap fasilitas produksi makanan MBG.
"BPOM juga melakukan sampling dan pengujian langsung terhadap makanan MBG, serta mengawasi keamanan pangan dalam rantai pasok, terutama saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan," ujar Dadan.
Kemenkes Perlu Turun Tangan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus turun tangan untuk mengungkap sumber utama keracunan makanan dalam program MBG yang terus berulang. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
"Itu yang harus dicek, sumber utamanya. Saya minta Kementerian Kesehatan turun tangan dan mengecek secara menyeluruh," tegasnya di Kompleks Parlemen, Senayan.
Cak Imin menilai Kemenkes perlu menelusuri kemungkinan masalah mulai dari dapur produksi, proses pengangkutan, hingga tempat penyajian makanan.
"Apakah dari dapurnya, angkutannya, atau mungkin dari tempat lain, itu harus ditelusuri," ujarnya.
Ketua Umum PKB itu juga menegaskan pentingnya kecepatan dalam penanganan. Dia berharap Laboratorium Kesehatan Daerah bergerak cepat melakukan investigasi agar masyarakat tak terus dihantui kekhawatiran.
"Kita tunggu hasil investigasinya. Yang penting, Labkesda harus segera ambil langkah agar situasi kembali tenang," tandasnya.
Advertisement