GENRE: Dark Comedy, Gore, Action
ACTORS: Peter Dinklage, Elijah Wood, Kevin Bacon
DIRECTOR: Macon Blair
RELEASE DATE: 22 Oktober 2025
RATING: 4/5
Penilaian Film: The Toxic Avenger Parodi Superhero Super Brutal

- Dunia Busuk yang Terlalu Dekat dengan Nyata
- Winston lebih manusiawi dari orang "normal"
- Antara Komedi Sadis dan Kritik Sosial
- Menyoroti ketimpangan sosial dan pencemaran moral masyarakat modern
- Bukan Untuk Semua Orang
- Film kotor, brutal, lucu, tulus, dan tak kenal kompromi
Bayangkan pahlawan super, tapi tanpa tubuh atletis, tanpa senyum menawan, dan tanpa kekuatan yang “bersih”. Begitulah The Toxic Avenger (2025), remake dari film kultus tahun 1984 garapan Troma Entertainment yang legendaris karena kekonyolan dan kekasarannya.
Kali ini sutradara Macon Blair mencoba menghidupkan kembali legenda itu dalam format modern, dengan Peter Dinklage sebagai Winston Gooze, pria biasa yang bekerja di fasilitas kimia dan hidupnya runtuh setelah kecelakaan fatal yang menenggelamkannya dalam limbah beracun. Tapi alih-alih mati, ia berubah menjadi sosok monster kuat yang dipenuhi energi mutan dan amarah sosial.
Hasilnya bukan sekadar film superhero, tapi parodi tajam tentang eksploitasi, korporasi serakah, dan bagaimana dunia modern memperlakukan orang kecil.
1. Dunia Busuk yang Terlalu Dekat dengan Nyata

Salah satu kekuatan The Toxic Avenger adalah atmosfer dunianya. Blair tidak berusaha menjadikannya kota yang indah atau megah seperti Gotham, tapi justru kumuh, berisik, dan penuh orang sinis, tempat di mana keadilan terasa seperti lelucon.
Cinematografi film ini didominasi warna neon hijau dan oranye yang mencolok, seperti muntahan radioaktif yang memikat mata. Efek praktikal terasa kental, terutama saat tubuh Toxie membusuk namun tetap berotot, sebuah penghormatan langsung ke film orisinalnya.
Yang membuat film ini lebih relevan adalah bagaimana Winston, meski menjijikkan, justru lebih manusiawi dari orang-orang “normal” di sekitarnya. Ia ingin melindungi anak tirinya, melawan keserakahan, dan mencari tempatnya di dunia yang sudah terlanjur busuk.
2. Antara Komedi Sadis dan Kritik Sosial

Film ini berdiri di batas tipis antara komedi gelap dan tragedi manusia. Humor yang dipakai bukanlah slapstick ringan, melainkan satire kasar: kepala meledak, anggota tubuh copot, darah memancar seperti kembang api, semua diiringi dengan nada komedi absurd.
Kevin Bacon tampil sebagai villain flamboyan yang terlalu menikmati kekejamannya, sementara Elijah Wood nyaris tak dikenali dengan dandanan menyeramkan, memberi nuansa “gila tapi jenius” pada cerita.
Namun di balik segala kekacauan itu, The Toxic Avenger menyoroti ketimpangan sosial dan pencemaran moral masyarakat modern. Winston bukan hanya monster karena limbah kimia, tapi juga hasil dari sistem yang merendahkan manusia miskin hingga mereka meledak dalam bentuk literal.
3. Bukan Untuk Semua Orang

The Toxic Avenger (2025) bukan film untuk semua orang. Ini kotor, brutal, menjijikkan, tapi juga lucu, tulus, dan tak kenal kompromi. Ia menyindir dunia superhero modern yang terlalu rapi dan menyoroti absurditas kapitalisme dengan tawa penuh darah.
Bagi penggemar Troma klasik, film ini adalah hadiah nostalgia dengan teknologi baru. Bagi penonton awam, ini mungkin terasa seperti perjalanan ke neraka yang dibumbui komedi gelap, tidak nyaman tapi sulit dilupakan.
Film ini tidak berusaha disukai semua orang, dan justru karena itu The Toxic Avenger berhasil jadi sesuatu yang benar-benar hidup, meski busuk, berlendir, dan beracun.