Fimela.com, Jakarta Ada jenis kesepian yang kadang sulit untuk dijelaskan. Yang muncul bukan karena kehilangan seseorang, tapi karena terlalu lama tinggal di dalam hubungan yang diam-diam membuat lelah. Waking Up for The First Time seperti mengajak kita duduk diam di ruang tamu rumah sendiri, tapi dengan pandangan yang baru, yang lebih jujur, lebih dalam, meskipun kadang menyakitkan.
Buku ini bagaikan sekeping cermin yang memantulkan bayangan tentang rumah, keluarga, pasangan, dan kejanggalan-kejanggalan yang kerap kita abaikan dalam kehidupan sehari-hari. Di sini, kita seperti diajak untuk memaknai ulang semua sisi retak atau kesedihan yang selama ini tersembunyi atau disimpan sendiri.
Advertisement
Advertisement
Blurb Waking Up for The First Time
Judul: Waking Up for The First Time
Perwajahan isi dan sampul: PT Simpul Aksara Grup, Satwika Kresna
Teks dan ilustrasi: Lala Bohang
Penyunting: PT Simpul Aksara Group, A. Aditya Nugraha
Diterbitkan pertama kali oleh PT Simpul Aksara Group, Jakarta, 2021
***
Gaya menulis Lala Bohang dalam buku ini menghadirkan lapisan-lapisan pikiran dan emosi dalam format yang tak seragam. Ada halaman yang tampak seperti memoar, ada yang menyerupai puisi kontemporer. Beberapa bagian bahkan hanya terdiri dari satu kalimat atau sekadar ilustrasi abstrak.
Tulisan dalam Bahasa Inggris yang digunakan tetap mudah dicerna, tetapi tidak kehilangan kedalaman makna. Justru karena bentuknya yang sederhana, kata-katanya terasa lebih mengena.
Saat membaca halaman atau bagian tertentu, mungkin kita akan berhenti sejenak hanya untuk mencerna satu kalimat yang terasa "oh, itu aku".
Absurd? Mungkin. Tapi justru itu kekuatannya. Kita diajak untuk menyelami lagi atau sekadar mengingat kembali sisi terdalam dari jiwa yang sudah lama diam, menunggu untuk disapa atau dikenali lagi.
Tidak ada nama tokoh yang diulang secara konsisten. Tidak ada benang merah eksplisit yang menghubungkan tiap cerita. Tapi anehnya, semua terasa nyambung. Mungkin karena karakter-karakter dalam buku ini dibentuk dari potongan emosi dan trauma yang dekat dengan sisi terdalam manusia.
Ada seseorang yang hidup dengan ibu yang dingin. Ada seseorang yang menikah hanya karena ingin keluar dari rumah. Ada seseorang yang merasa bersalah hanya karena ingin sendirian. Kita mungkin mengenal mereka. Atau justru, tanpa sadar, telah menjadi salah satunya.
Membaca buku ini seperti mengenali versi lain dari diri sendiri yang selama ini tidak sempat kita ajak bicara.
Tidak seperti buku prosa pada umumnya, Waking Up for The First Time bermain dengan format.
Beberapa halaman hanya berisi satu kalimat. Beberapa lainnya padat dan penuh. Di tengahnya, ada coretan hitam abstrak, seperti helaian rambut yang tertinggal di bantal bekas tidur.
Kombinasi layout yang bervariasi ini membuat pengalaman membaca menjadi sangat personal dan imersif. Tidak ada satu pun halaman yang terasa membosankan. Setiap bab seperti ruang dengan pencahayaan berbeda, mengundang kita untuk masuk lebih intim dan duduk sejenak.
Saat membaca buku ini, bisa saja muncul sensasi seolah kita sedang membaca catatan rahasia milik diri sendiri.
Yang membuat buku ini begitu memikat adalah cara Lala membahasakan perasaan yang sulit dideskripsikan. Ada saat-saat ketika kita merasa marah, sedih, atau bingung tanpa tahu penyebab pastinya. Buku ini memberi tempat untuk rasa itu bisa menyapa sejenak dan dikenali tanpa harus menghadirkan perasaan negatif.
Beberapa tulisan membuat kita tertawa kecil karena sarkasmenya. Beberapa lainnya membuat kita ingin menangis, bukan karena sedih, tapi karena merasa dimengerti.
Buku ini menyajikan kejujuran bahwa hidup orang dewasa tidak selalu rapi dan selesai. Tidak ada jawaban pasti untuk setiap persoalan, bahkan tiap masalah dan ujian yang dihadapi orang dewasa jelas punya solusi atau jalan keluarnya sendiri.
Banyak narasi yang membuat kita seperti seperti membaca potongan masa lalu, sekaligus kekhawatiran tentang masa depan. Generational trauma? Ada. Hubungan yang dingin tapi tetap dipertahankan? Juga ada. Semua uraian yang dihadirkan bukan untuk mencari pelarian, tapi tentang berani menatap luka yang sudah lama kita abaikan.
Dan ketika menyadari bahwa tidak semua hal bisa diselesaikan, kita justru merasa lebih ringan. Seperti bangun dari tidur panjang dengan kesadaran baru.
Waking Up for The First Time bukan jenis bacaan yang cepat selesai. Bukan karena tebal, tetapi karena setiap halamannya mengundang perenungan, refleksi diri, atau kontemplasi yang sangat personal.
Tampilannya sangat sederhana, berwarna merah kalem, tanpa ilustrasi mencolok. Namun justru di situlah keindahannya. Buku ini tidak berusaha menarik perhatian secara visual, tapi lewat momen-momen emosional dari tiap tulisannya.
Bagi yang sedang mencari bacaan untuk mengisi kekosongan jiwa atau untuk berdamai dengan kesepian yang kerap melanda, buku ini bisa menjadi teman baru. Hanya duduk di sampingmu, mendengarkan, dan kadang berbisik, “Kamu tidak sendirian.”
Selamat membaca. Jangan lupa siapkan selimut dan sticky note. Karena tak akan ada yang tahu kapan satu kalimat akan mengubah caramu memandang hidup.