Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan klarifikasi atas tuduhan praktik kartel, penetapan batas bunga maksimum pinjaman online (pinjol) sebesar 0,8 persen per hari, sebelum diturunkan menjadi 0,4 persen per hari pada 2021.
Klarifikasi ini diberikan jelang sidang dugaan kartel industri pinjol yang akan segera digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap 97 perusahaan.
Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023, Sunu Widyatmoko, menegaskan bahwa batas bunga maksimum pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct pada 2018, dan sekarang sudah dicabut serta tidak berlaku lagi.
Advertisement
Menurut dia, kesepakatan antar pelaku usaha itu tidak pernah dimaksudkan untuk menyeragamkan harga antar platform. Melainkan sebagai upaya mendorong penurunan bunga yang saat itu sangat tinggi, sekaligus membedakan layanan pinjaman daring (pindar) legal dari praktik pinjol ilegal yang tidak diawasi.
"Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1 persen per hari, bahkan ada yang dua hingga tiga kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen," jelasnya dalam sesi konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Data Satgas Waspada Investasi (SWI) menunjukkan, antara 2018 hingga 2021, lebih dari 3.600 pinjol ilegal beroperasi tanpa izin dan kerap mengenakan bunga sangat tinggi, tanpa perlindungan bagi peminjam.
Â
Platform Pinjol Bisa Berikan Bunga 0,4%
"Batas bunga maksimum yang kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, bahkan 0,4 persen per hari," sambung Sekretaris Jenderal AFPI saat ini, Ronald Andi Kasim.
Pria yang akrab disapa Ronny ini menekankan, bunga ditentukan oleh masing-masing platform berdasarkan risiko, jenis pinjaman (multiguna, produktif, atau syariah), serta kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower), dan tidak ada paksaan harga seragam.
Adapun batas maksimum bunga pinjaman tersebut lantas segera dicabut AFPI, guna menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.
Â
Advertisement
Berubah Pasca Terbitnya UU P2SK dan SE OJK 19/2023
Seiring disahkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dan OJK menerbitkan SE OJK Nomor 19 Tahun 2023 yang secara eksplisit mengatur bunga pinjaman fintech.
"Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana," beber Ronny.
"Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana," pungkas dia.