Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan sejumlah strategi untuk menggenjot penerimaan pajak hingga akhir 2025.
Adapun target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mencapai Rp 2.189,3 triliun. Hingga Agustus 2025, penerimaan pajak terkontraksi 5,1% menjadi Rp 1.135,4 triliun.
Seiring target penerimaan pajak dalam APBN 2025, Purbaya telah menyiapkan sejumlah langkah. Salah satunya menagih tunggakan pajak yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dari 200 wajib pajak (WP) besar. Ia membidik potensi serapan hingga Rp 60 triliun dari penagihan tersebut.
Advertisement
"Kami punya daftar 200 penduduk wajib pajak besar yang sudah inkrah. Kami mau kejar dan eksekusi sekitar Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun," tutur Purbaya, Selasa, 23 September 2025.
Untuk mendukung strategi tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah berkolaborasi dengan berbagai instansi penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kerja sama ini akan mempermudah pertukaran data untuk mempercepat penagihan.
Terbaru, ada 84 wajib pajak yang telah membayarkan utang senilai Rp 5,1 triliun.
"Hingga September terdapat 84 wajib pajak yang telah melaksanakan pembayaran atau anjuran dengan total nilai Rp 5,1 triliun," ujar Purbaya dalam Media Briefing, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat, 26 September 2025.
Terus Kejar Penunggak Pajak
Dengan demikian, masih ada 116 wajib pajak lagi yang belum membayar tunggakannya. Adapun, dia masih terus akan menargetkan sisanya untuk membayar ke negara hingga akhir tahun.
Atas status yang sudah inkracht secara hukum, menurut dia, hal itu membuat para penunggak pajak besar tidak bisa menghindar lagi.
"Ini akan kita kejar terus sampai akhir tahun, yang jelas mereka enggak bisa lari lagi sekarang," kata Purbaya.
Benahi Coretax
Selain itu, strategi lain menggenjot penerimaan pajak termasuk mendorong aktivitas ekonomi lewat Paket Ekonomi 2025, perbaikan sistem Coretax dan pemberantasan rokok ilegal.
Ia menegaskan, proyek sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax harus segera dibenahi.
Purbaya bahkan menyinggung langsung Dirjen Pajak Bimo Wijayanto karena Coretax tidak tercantum dalam laporan yang dibawanya. Ia menyayangkan sistem yang begitu krusial masih menghadapi persoalan teknis berulang.
Purbaya menilai masalah ini bukan sekadar hambatan biasa, melainkan sudah menjadi isu fundamental dalam pelayanan perpajakan.
“Tadi saya minta Dirjen Pajak untuk nulis, tapi di sini enggak ada Coretax (lihat ke kertas). Kenapa enggak ditulis?," ujar Purbaya saat ditanya mengenai downtime coretax pada konferensi pers APBN KiTa September, Senin, 22 September 2025.
Advertisement
Bakal Datangkan Ahli dari Luar Negeri
Pernyataan tersebut menegaskan, pemerintah menaruh perhatian besar terhadap performa sistem digital perpajakan. Bagi Purbaya, penyelesaian masalah Coretax tidak bisa lagi ditunda, apalagi publik menuntut layanan yang lebih cepat dan transparan.
“Pada dasarnya saya akan melihat Coretax seperti apa. Keterlambatan Coretax akan kita perbaiki secepatnya. Dalam waktu satu bulan harusnya bisa. Itu problemnya IT problemnya?” kata dia.
Purbaya menuturkan, perbaikan Coretax tidak boleh berlarut. Ia menargetkan dalam waktu satu bulan ke depan sudah ada langkah konkret yang bisa dirasakan.
Purbaya juga tidak menutup kemungkinan untuk melibatkan tenaga ahli teknologi informasi dari luar kementerian. Langkah ini dinilai sebagai jalan pintas jika tim internal tidak mampu menuntaskan masalah dalam waktu singkat.
“Nanti saya bawa jago-jago IT dari luar yang bisa memperbaiki itu dengan cepat," kata dia.
Giring Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan Industri Khusus
Selain itu, Purbaya juga mengumumkan rencana menarik produsen rokok ilegal di dalam negeri. Hal ini agar dapat beroperasi secara legal dan membayar pajak sesuai ketentuan. Nantinya, produsen rokok skala kecil, termasuk yang ilegal, akan ditempatkan di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) khusus.
Menkeu Purbaya menjelaskan, skema ini bertujuan untuk menjaga lapangan pekerjaan tetap terbuka sambil tetap mengamankan penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT).
"Kalau kita bunuh semua (produsen rokok ilegal), ya matilah mereka. Jadi tujuan saya menjaga, dalam rangka pembukaan lapangan kerja juga menjadi tidak terpenuhi. Ya nanti kita akan buat suatu program khusus, membuat Kawasan Industri Hasil Tembakau," kata Purbaya dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat, 26 September 2025.
Ia menjelaskan, kawasan tersebut akan dilengkapi dengan mesin, gudang, hingga pabrik pengolahan tembakau menjadi rokok.
Advertisement
Ada Petugas Bea Cukai
Untuk memenuhi aspek legalitas dan penerimaan negara, Bea Cukai juga akan ditempatkan di kawasan tersebut.
"Konsepnya adalah kawasan industri one stop service. Ini sudah jalan di Kudus, Jawa Tengah, dan di Parepare, Sulawesi Selatan. Jadi kita akan jalankan lagi di kota-kota yang lain," ungkapnya.
Kawasan ini akan dikhususkan bagi produsen rokok berskala kecil dan UMKM. Harapannya, konsep ini bisa berjalan dan membuat produk mereka bersaing dengan hasil produsen besar.
"Tujuannya tadi, menarik para pembuat produk yang ilegal masuk ke kawasan yang khusus, dan mereka bisa bayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Jadi, mereka bisa masuk ke sistem," jelas Purbaya.