KEMBAR78
SBY Buka-bukaan Alasan Indonesia Keluar dari OPEC - Bisnis Liputan6.com
Sukses

SBY Buka-bukaan Alasan Indonesia Keluar dari OPEC

Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC pada 2008 lalu. Ini mengakhiri perjalanan selama 46 tahun sejak 1962 saat RI pertama kali bergabung dengan OPEC.

Diterbitkan 06 Oktober 2025, 19:20 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan alasan Indonesia menarik diri dari Organization Petroleum Exporting Countries (OPEC). RI resmi cabut dari aliansi negara pengespor minyak bumi itu pada 2008 lalu.

SBY mengisahkan, produksi minyak bumi yang tinggi kala itu membawa pandangan Indonesia bisa berbuat banyak. Namun, ketika Indonesia menjadi pengimpor minyak bumi, hal itu menjadi pandangan yang keliru.

"Saya masih ingat saya memang memutuskan Indonesia keluar dari OPEC, why? Kalau mindset-nya itu kita ini kan kaya minyak, bisa berbuat apa saja, kita masuk OPEC The Organization of Petroleum Exporting Countries, mindset itu ketika kita menjadi net importir, pasti keliru," cerita SBY dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2025, di Jakarta, Senin (6/10/2025).

Soal produksi, dia mengenang saat menjabat Menteri Energi dan Pertambangan pada era 1999-2000 lalu dengan produksi minyak 1,5 juta barel per hari. Sayangnya, angka produksi ini terus turun hingga Indonesia menjadi pengimpor minyak pada 2003 lalu.

Kemudian, produksinya saat ini menjadi sekitar 600 ribu barel per hari. SBY mengatakan, menurunnya produksi minyak mengharuskan negara beralih ke sumber energi terbarukan dan tidak bergantung pada energi fosil.

"Jadi dibuang penuh pemikiran kita, kita kaya minyak, tergantung ke minyak bumi dan sebagainya. Itu yang menghambat, kita harus switch betul go to yang sifatnya renewable, betul-betul renewable," tutur SBY.

 

Promosi 1
2 dari 5 halaman

Optimalisasi Sumber Daya

Dalam upaya peralihan ke energi terbarukan ini, dia menilai, negara perlu mengatur strategi. Termasuk menghitung sumber daya energi baru terbarukan (EBT) dan mengoptimalkan potensinya.

"What kind of strategy? What kind of policy? What kind of technology? What kind of partnership? Dan tentunya kepemimpinan seperti apa, peran pemerintah seperti apa? Itu saja sebetulnya," jelasnya.

Dalam catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC pada 2008 lalu. Ini mengakhiri perjalanan selama 46 tahun sejak 1962 saat RI pertama kali bergabung dengan OPEC dengan produksi minyak 1,6 juta barel per hari dan konsumsi di bawah 1 juta barel.

 

3 dari 5 halaman

Kritik SBY Soal Penanganan Krisis Iklim

Sebelumnya, Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaruh kritik pedas kepada negara-negara di dunia. Menurutnya, saat ini lebih banyak perhatian pada masalah geopolitik dan mengesampingkan penanganan krisis iklim.

Dia memandang saat ini banyak negara memprioritaskan kepentingan negaranya sendiri dan mengesampingkan kepentingan bersama.

"Ini dangerous, karena akhirnya siapa yang menangani agenda global seperti sustainable development, seperti combating climate crisis sekarang ini, siapa? Kalau mereka sibuk untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya sendiri, bukan berarti itu tidak penting, penting, I know," ungkap SBY dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2025, di Jakarta, Senin (6/10/2025).

 

4 dari 5 halaman

Lebih Banyak Buat Perkuat Militer

Dia menilai sikap itu tidaklah sepenuhnya buruk mengingat ketegangan geopolitik di berbagai wilayah saat ini. Namun, penting agar kepentingan global seperti krisis iklim bisa ditangani secara bersamaan.

"Uang secara global lebih banyak sekarang diarahkan membangun kekuatan militer untuk tujuan pengamanan geopolitik dan seterusnya bukan lagi untuk menangani isu lingkungan, mengurangi communicable diseases around the globe, untuk menyukseskan pembangunan bangsa-bangsa berdasarkan sustainable development concept," tutur dia.

"Ini not a challenge faced by all countries in the world, mudah-mudahan United Nations, kembali G20 meskipun saya kurang optimis, semualah pemimpin betul-betul bersama-sama," sambungnya.

 

5 dari 5 halaman

Sikap Negara

SBY kembali menyoroti sikap negara di dunia saat ini. Menurutnya, ada pemimpin negara yang tidak percaya akan dampak krisis iklim. Pada saat yang sama, ada yang percaya akan hal itu tapi tidak melakukan apapun.

"Bahkan cenderung mempengaruhi yang lain 'sudahlah, nomor sekian itu yang penting kepentingan nasional kita di atas segalanya'," ucap SBY.

Menurutnya, sikap itu bisa diartikan sebagi tindakan yang tidak bertanggungjawab. "For me it is not only irresponsible, tapi juga immoral. Karena tahu buminya akan kiamat, karena tau masa depan generasi berikutnya lagi akan hilang," tandasnya.

EnamPlus