Liputan6.com, Jakarta Ketika Ansu Fati tampil perdana bersama tim utama Barcelona pada usia 16 tahun, sensasi langsung muncul: bagaimana mungkin seorang remaja bisa mencetak gol begitu percaya diri? Penampilan itu bukan hanya prestasi individu, tetapi juga bukti betapa besarnya harapan yang diletakkan klub dan suporter pada sosok muda nan berbakat.
Namun, kisah selanjutnya tak semudah diharapkan. Di balik momen gemilang itu, muncul bayang-bayang cedera serius yang berulang kali meredam perkembangan kariernya. Tren yang dialami Fati rupanya bukan kasus tunggal, ia menjadi simbol bagaimana ambisi besar bisa berbenturan dengan batasan biologis.
Kisah Ansu Fati menawarkan ingatan penting bagi Barcelona: bahwa meletakkan harapan besar pada pemain muda harus diiringi langkah-langkah hati-hati dalam membina, melindungi, dan mengelola tubuh yang belum matang sebagai profesional.
Advertisement
Potensi dari Bakat dan Insting
Ansu Fati tak memiliki fisik atlet superkuat, namun punya insting dan rasa lapar mencetak gol yang langka. Dia bisa menuntaskan peluang dengan naluri yang sulit diajarkan.
Sejak 2019, ia menjadi salah satu debutan termuda Barcelona dan menjadi pencetak gol termuda klub di La Liga. Itu menunjukkan kualitas teknis dan nalurinya melampaui batas usia.
Masalahnya bukan soal bakat, melainkan bagaimana menjaga agar bakat itu tidak hilang oleh cedera dan ekspektasi yang terlalu cepat.
Advertisement
Risiko Cedera Berulang dan Tanggung Jawab Klub
Seiring waktu, Fati menjadi bagian dari tren pemain muda Barcelona yang mengalami cedera besar. Gavi, Pedri, hingga Lamine Yamal juga menunjukkan kerawanan fisik yang membebani pengelolaan tim.
Sebagai klub pemilik akademi terbaik dunia, Barcelona dituntut tidak hanya menghasilkan bakat, tetapi juga memelihara dari sisi medis, pelatihan, dan pemulihan. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa investasi di ranah itu belum memadai.
Kini, dengan Fati berada di Monaco dan klub menghadapi dilema apakah akan memulangkannya kembali atau membiarkannya berkembang lebih jauh di tempat lain, pertanyaan besar muncul: apakah Barcelona sudah belajar dari kisah Ansu Fati ini?