KEMBAR78
Belanda Larang Dua Menteri Israel Masuk Wilayahnya - Global Liputan6.com
Sukses

Belanda Larang Dua Menteri Israel Masuk Wilayahnya

Bagaimana respons dua menteri Israel atas kebijakan Belanda? Simak di bawah ini.

Diterbitkan 30 Juli 2025, 06:08 WIB

Liputan6.com, Tel Aviv - Belanda melarang Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memasuki wilayahnya atau keduanya dinyatakan persona non grata. Langkah ini menjadikan Belanda sebagai negara Barat terbaru yang melarang keduanya karena retorika mereka terkait Gaza dan Tepi Barat.

Menurut laporan media Belanda, keputusan pada Senin (28/7/2025) itu, merupakan bagian dari serangkaian langkah untuk menekan Israel terkait krisis kemanusiaan di Gaza. Pemerintah Belanda juga akan memanggil Duta Besar Israel untuk Belanda Modi Ephraim guna mengecam situasi di wilayah tersebut yang digambarkan "sangat memprihatikan dan tidak bisa dibenarkan".

Dalam surat kepada para anggota parlemen Belanda yang dikutip oleh surat kabar lokal Algemeen Dagblad, Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Valdekamp menjelaskan bahwa larangan terhadap Smotrich dan Ben-Gvir diberlakukan karena keduanya berulang kali menghasut para pemukim Yahudi untuk melakukan kekerasan terhadap warga Palestina, serta menyerukan pembersihan etnis di Gaza.

Pengumuman ini menjadi tanda terbaru dari meningkatnya ketegangan antara Israel dan Uni Eropa, khususnya Belanda, di tengah keprihatinan global atas laporan kelaparan di Gaza. Pada Senin, Perdana Menteri (PM) Belanda Dick Schoof dan Presiden Israel Isaac Herzog terlibat perdebatan terbuka di media sosial mengenai bagaimana menangani situasi tersebut.

Dua pekan lalu, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengadakan pertemuan dengan para pejabat Uni Eropa untuk mencegah sanksi terhadap Israel, dengan menawarkan peningkatan bantuan ke Gaza sebagai gantinya. Namun belakangan, para pemimpin Uni Eropa menilai Israel belum berbuat cukup. Mereka kini mempertimbangkan untuk menangguhkan partisipasi Israel dalam program pendanaan riset unggulan Uni Eropa — sebuah langkah yang, menurut PM Schoof bisa menjadi bagian dari tindakan tambahan yang siap didukung oleh pemerintahnya.

Belanda menjadi negara kedua di Uni Eropa yang melarang Smotrich dan Ben-Gvir, setelah Slovenia mengumumkan larangannya sendiri awal Juli lalu. Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Norwegia juga melarang kedua menteri tersebut bulan lalu.

Secara terpisah, seperti dilansir The Times of Israel, beberapa negara Uni Eropa, termasuk Belanda, juga mempertimbangkan untuk menangkap PM Israel Benjamin Netanyahu sesuai dengan surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Promosi 1
2 dari 3 halaman

Dua Sosok Kontroversial

Menanggapi pengumuman tersebut, Smotrich dan Ben-Gvir sama-sama menuduh pemerintah Belanda berpihak pada kekuatan ekstremis dan menyinggung sejarah antisemitisme Eropa.

"Meski saya dilarang masuk ke seluruh Eropa, saya akan tetap bekerja demi negara kami, menuntut agar Hamas ditumbangkan, dan mendukung para pejuang kami," tulis Ben-Gvir di platform media sosial X. "Di tempat di mana terorisme ditoleransi dan para teroris justru disambut, seorang menteri Yahudi dari Israel dianggap tidak layak diterima. Teroris dibiarkan bebas, sementara orang Yahudi justru diboikot."

Smotrich menuduh pemerintah Belanda tunduk pada kebohongan Islam radikal. Dia menulis bahwa orang Yahudi tidak akan bisa hidup dengan aman di Eropa di masa depan—sama seperti yang terjadi di masa lalu.

"Apa yang tidak dipahami oleh Belanda dan negara-negara Eropa lainnya adalah bahwa, bagi saya, yang jauh lebih penting daripada bisa masuk ke Belanda adalah memastikan bahwa anak-anak saya, cucu-cicit saya dan seluruh keturunan orang Yahudi di dunia dapat hidup dengan aman di Negara Israel selama puluhan, bahkan ratusan tahun ke depan," tulis Smotrich di X.

Ben-Gvir, yang memimpin Partai Otzma Yehudit dan Smotrich yang memimpin Partai Zionisme Religius telah menuai kritik internasional yang tajam atas sikap garis keras mereka terhadap perang di Gaza, serta atas pernyataan dan kebijakan mereka di Tepi Barat.

Keduanya menginginkan agar Israel memblokir seluruh bantuan kemanusiaan ke Gaza selama Hamas masih menahan sandera Israel dan juga mendukung kembalinya permukiman Israel di Gaza setelah perang berakhir.

3 dari 3 halaman

Pernyataan Keras PM Belanda

Di Tepi Barat, Ben-Gvir yang mengawasi kepolisian, menolak menangkap para pemukim yang melakukan kekerasan meskipun sering terjadi serangan terhadap warga Palestina. Sementara itu, Smotrich — yang memiliki kewenangan setingkat menteri atas wilayah Tepi Barat — telah mendorong perluasan permukiman serta aneksasi sebagian wilayah tersebut.

Larangan terhadap Smotrich dan Ben-Gvir diberlakukan setelah Schoof mengancam akan mendukung sanksi terhadap Israel jika warga Gaza tidak mendapat akses lebih besar terhadap bantuan, sebuah pesan yang dia sampaikan kepada Herzog via panggilan telepon.

"Jika Uni Eropa memutuskan besok bahwa Israel tidak mematuhi perjanjian yang relevan mengenai hal ini, Belanda mendukung rencana untuk menangguhkan partisipasi Israel dalam program riset Uni Eropa Horizon," tulis Schoof di X. "Jika itu yang terjadi, besok di Brussels, Belanda juga akan mendorong langkah-langkah lanjutan Eropa, misalnya di bidang perdagangan."

Yang dimaksud dengan perjanjian yang relevan adalah perjanjian atau kesepakatan kerja sama antara Uni Eropa dan Israel, terutama yang terkait dengan komitmen terhadap hak asasi manusia, hukum internasional, dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Herzog mengkritik pernyataan Schoof dan mengecamnya karena tidak menyinggung soal 50 sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Gaza, sesuatu yang menurutnya seharusnya menjadi bagian penting dari pernyataan tersebut.

EnamPlus