Liputan6.com, Washington, DC - Setelah hampir empat dekade konflik berdarah, Azerbaijan dan Armenia menandatangani kesepakatan perdamaian di hadapan Presiden Donald Trump pada Jumat (8/8/2025).
"Kami hari ini membawa perdamaian ke Kaukasus Selatan," kata Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev seperti dilansir Euronews. "Hari ini kami mencatat sejarah baru yang luar biasa."
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menambahkan bahwa perjanjian ini mewakili pembukaan babak perdamaian.
Advertisement
"(Kami) meletakkan dasar untuk cerita yang lebih baik daripada yang kami miliki di masa lalu," ujar Pashinyan.
Sementara itu, Trump sebagai tuan rumah mengatakan, "Armenia dan Azerbaijan berkomitmen mengakhiri pertempuran selamanya."
"Mereka menderita dengan sangat berat selama bertahun-tahun, banyak yang mencoba mencari penyelesaian, Uni Eropa, Rusia, tidak ada yang berhasil," tambahnya. "Namun, dengan perjanjian ini, akhirnya kami berhasil membuat perdamaian."
Amerika Serikat (AS), khususnya Trump, mendapat keuntungan dari perjanjian perdamaian ini.
Dalam kasus konflik antara Armenia dan Azerbaijan, tim Trump disebut melanjutkan upaya diplomatik yang telah dimulai oleh pemerintahan Joe Biden, dengan menggunakan banyak kerangka kerja yang sama yang telah diajukan kepada Armenia dan Azerbaijan.
"Kami sudah membuat kemajuan yang signifikan — meskipun perjanjian perdamaian belum diratifikasi, kami berhasil mendapatkan kesepakatan tentang prinsip-prinsip utama dari perjanjian itu antara kedua pihak," kata Mike Carpenter, yang menjabat sebagai direktur senior untuk Eropa di Dewan Keamanan Nasional era Biden seperti dikutip Politico.
Â
Koridor Trump
Dalam perjanjian perdamaian, Armenia dan Azerbaijan sepakat menciptakan sebuah koridor transit yang akan dinamakan Trump Route for International Peace and Prosperity.
Koridor yang dimaksud akan menghubungkan wilayah utama Azerbaijan (Azerbaijan daratan) dengan wilayah Nakhchivan, yang terpisah oleh wilayah Armenia. Nakhchivan sendiri berbatasan langsung dengan Turki, yang merupakan sekutu Azerbaijan. Jadi, koridor ini memungkinkan akses darat langsung antara Azerbaijan dan Nakhchivan, melewati wilayah Armenia.
Juru bicara Gedung Putih Anna Kelly menjelaskan bahwa koridor ini akan memungkinkan kedua negara, Azerbaijan dan Armenia, terhubung tanpa hambatan. Namun, dalam pelaksanaannya, koridor ini tetap akan menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Armenia, termasuk hak-hak rakyat Armenia.
Bagi Azerbaijan, koridor ini menawarkan koneksi darat langsung ke Nakhchivan, memperkuat hubungan dengan Turki, dan mengonsolidasikan pencapaian pasca-perang melalui diplomasi infrastruktur.
Koridor ini memperkuat posisi Azerbaijan sebagai pusat transportasi dan logistik yang krusial di tingkat global. Awalnya, Azerbaijan tidak ingin ada pihak ketiga yang terlibat dan lebih memilih agar itu berada di bawah kendali Baku, tanpa keterlibatan AS, Eropa, atau Rusia.
Azerbaijan daratan dan wilayah Nakhchivan terpisah oleh wilayah Armenia yang memiliki panjang sekitar 32 kilometer.
Bagi Armenia, rute transportasi ini memberikan peluang untuk lebih mengintegrasikan diri ke dalam jaringan perdagangan yang lebih luas, mendiversifikasi ekonomi yang terpuruk, dan menarik investasi asing. Secara geopolitik, ini akan membantu pula Armenia menormalkan hubungan dengan tetangga-tetangganya.
"Banyak pemimpin yang telah mencoba mengakhiri perang ini, tanpa keberhasilan, hingga saat ini, berkat Trump," tulis Trump di situs Truth Social miliknya.
Advertisement
Pembubaran Kelompok Minsk OSCE
Armenia dan Azerbaijan juga menandatangani dokumen yang mengatur pembubaran Kelompok Minsk OSCE.
"Jika kami menutup halaman konflik ini, lalu mengapa kami masih membutuhkan format yang menangani penyelesaiannya?" kata Pashinyan sebelumnya minggu ini.
Kelompok Minsk OSCE, yang didirikan pada tahun 1992, dipimpin oleh Prancis, AS, dan Rusia dan dimaksudkan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik Karabakh.
Pembubaran Kelompok Minsk OSCE tidak hanya menandakan berakhirnya konflik Karabakh, namun mengukuhkan pula "jarak" antara Azerbaijan dan Armenia dengan Rusia. Hal ini terutama terlihat dari fakta bahwa kedua pemimpin, Aliyev dan Pashinyan, secara bersama-sama mengajukan permintaan resmi untuk pembubaran kelompok tersebut di Washington.
Penandatanganan perjanjian perdamaian di Washington bersama Trump dinilai mengirimkan sinyal yang kuat bahwa kedua negara mengalihkan fokus kebijakan luar negeri mereka ke Barat.
Usaha Rusia untuk memperbaiki hubungan dengan Baku hancur total ketika sebuah pesawat terbang Azerbaijan jatuh di Kazakhstan pada Desember, menewaskan 38 dari 67 orang yang berada di pesawat.
Seperti yang dilaporkan secara eksklusif oleh Euronews, penyelidikan terhadap insiden itu mengungkapkan bahwa pesawat Azerbaijan Airlines dengan nomor penerbangan 8243 ditembak oleh sistem pertahanan udara Rusia ketika terbang di atas wilayah Grozny
Aliyev belum lama ini menyatakan bahwa negaranya sedang bersiap untuk mengajukan tuntutan hukum di pengadilan internasional terhadap Rusia terkait kecelakaan Azerbaijan Airlines.
Pergeseran Geopolitik Kawasan
Armenia dan Azerbaijan terlibat dalam konflik panjang memperebutkan kendali atas wilayah Karabakh, yang dikenal secara internasional sebagai Nagorno-Karabakh.
Wilayah ini sebagian besar dihuni oleh orang Armenia pada masa Uni Soviet, meskipun terletak di dalam Azerbaijan. Pertempuran kedua negara untuk merebut wilayah tersebut menewaskan puluhan ribu orang selama beberapa dekade, sementara mediasi internasional gagal.Â
Pada 2023, Azerbaijan berhasil merebut kembali seluruh Karabakh dan mulai melakukan pembicaraan dengan Armenia untuk menormalisasi hubungan. Salah satu masalah utama dalam pembicaraan adalah tuntutan Azerbaijan untuk memiliki jembatan darat menuju Nakhchivan. Azerbaijan merasa tidak dapat mempercayai Armenia untuk mengendalikan Koridor Zangezur, sementara Armenia menolak penguasaan oleh pihak ketiga karena melihatnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan mereka.
Menurut pejabat AS, prospek hubungan yang lebih dekat dengan AS dan kemudahan akses keluar-masuk negaranya yang terkurung daratan tanpa harus melalui Georgia atau Iran, menjadi faktor yang menarik Armenia untuk menerima kesepakatan yang lebih luas.
Pada September 2023, saat Azerbaijan berhasil merebut kembali kontrol penuh atas wilayah Nagorno-Karabakh (Karabakh) dari tangan Armenia, Rusia tidak campur tangan secara langsung untuk mendukung Armenia. Hal ini mengejutkan Armenia, yang selama ini mengandalkan dukungan militer dan politik Rusia dalam menghadapi Azerbaijan. Armenia merasa dikhianati oleh Rusia, karena Rusia sebelumnya memiliki hubungan dekat dengan Armenia dan bertindak sebagai mediator dalam konflik tersebut.
Reaksi Armenia terhadap ketidakterlibatan Rusia adalah mengurangi pengaruh Rusia di negara mereka dan berusaha beralih ke arah Barat. Armenia mulai mencari alternatif dalam membangun hubungan dengan negara-negara Barat, terutama dengan ASÂ dan Uni Eropa, yang selama ini menawarkan dukungan diplomatik dan ekonomi.
Di sisi lain, Azerbaijan semakin percaya diri setelah kemenangan militernya di Karabakh. Kemenangan ini memperkuat posisi Azerbaijan di kawasan dan memberikan mereka keyakinan untuk lebih menantang Rusia dalam hubungan mereka.
Advertisement