KEMBAR78
Sorotan Tajam Dunia pada Aksi Demo Indonesia - Global Liputan6.com
Sukses

Sorotan Tajam Dunia pada Aksi Demo Indonesia

Penggunaan kekuatan secara berlebihan adalah salah satu yang paling disorot dalam rangkaian aksi demonstrasi yang dimulai sejak 25 Agustus 2025.

Diterbitkan 03 September 2025, 05:11 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Sejak 25 Agustus, bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan pecah di berbagai wilayah di Indonesia, memicu jatuhnya korban jiwa dan luka. Aksi yang pada mulanya berlangsung damai itu dipicu pengumuman pemerintah mengenai tunjangan baru berupa tunjangan perumahan bagi anggota DPR, disertai tambahan fasilitas lain melalui kenaikan sejumlah tunjangan yang sudah ada, termasuk tunjangan beras.

Situasi memanas pada 28 Agustus setelah sebuah kendaraan taktis (rantis) polisi di Jakarta melindas seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, hingga tewas. Insiden itu memicu gelombang kemarahan dan di sejumlah kota para demonstran merusak bahkan membakar gedung-gedung pemerintah, yang berujung pada jatuhnya korban tambahan.

Pada 31 Agustus, Presiden Prabowo Subianto menyerukan ketenangan dan mengumumkan bahwa pimpinan DPR telah sepakat mencabut tunjangan anggota DPR serta memberlakukan moratorium perjalanan dinas ke luar negeri. Namun, pada saat bersamaan, Presiden Prabowo dalam pidatonya juga menuding adanya gejala yang mengarah kepada makar dan terorisme di balik aksi-aksi unjuk rasa.

Menanggapi situasi ini, Wakil Direktur Human Rights Watch untuk kawasan Asia Meenakshi Ganguly menyatakan bahwa aparat harus menahan diri dalam menangani demonstrasi.

"Pihak berwenang Indonesia telah bertindak tidak bertanggung jawab dengan memperlakukan aksi protes sebagai bentuk pengkhianatan atau terorisme, terutama mengingat sejarah panjang aparat keamanan yang kerap menggunakan kekuatan berlebihan dan tidak semestinya terhadap para demonstran. Aparat keamanan seharusnya merespons kekerasan dalam aksi protes sesuai dengan standar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang membatasi penggunaan kekuatan hanya pada tingkat minimal yang benar-benar diperlukan. Selain menangani persoalan ekonomi yang lebih luas, pihak berwenang juga perlu melakukan penyelidikan secara imparsial serta menjatuhkan hukuman yang adil dan proporsional kepada semua pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan," sebut Ganguly dalam pernyataan yang dirilis pada Selasa (2/9).

Human Rights Watch adalah organisasi non-pemerintah internasional yang berfokus pada penelitian, advokasi, dan pelaporan mengenai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia.

Lantas, seperti apa sorotan terhadap aksi demonstrasi di Indonesia dari berbagai pihak lainnya?

 

Promosi 1
2 dari 5 halaman

Penyelidikan Segera atas Jatuhnya Korban

Organisasi non-pemerintah internasional yang berfokus pada perlindungan dan promosi HAM, Amnesty International, menyuarakan keprihatinan terhadap jatuhnya korban jiwa dalam rangkaian aksi protes di Indonesia.

"Meningkatnya jumlah kematian akibat penindakan keras terhadap aksi protes di Jakarta dan daerah lain di Indonesia sangat memprihatinkan. Tidak seorang pun boleh kehilangan nyawa ketika sedang menggunakan haknya untuk berekspresi dan berkumpul secara damai," sebut Direktur Riset Regional Amnesty International Montse Ferrer dalam pernyataan yang dirilis pada Senin (1/9).

"Pemerintah Indonesia harus segera memastikan adanya penyelidikan independen dan imparsial atas kematian dan insiden kekerasan ini, termasuk kasus terbunuhnya seorang pengemudi ojek (online) setelah sebuah kendaraan lapis baja polisi dikemudikan secara ugal-ugalan di area yang ramai. Pemerintah harus memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kematian ini diidentifikasi dan diadili melalui pengadilan yang adil."

Lebih lanjut, Ferrer mengatakan, "Meski protes berlangsung sebagian besar secara damai, polisi di sejumlah kota di Indonesia, termasuk Jakarta, berulang kali menggunakan kekuatan secara tidak perlu dan berlebihan, termasuk dengan penyalahgunaan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi."

"Sangat disesalkan bahwa Kapolri memerintahkan anggotanya menggunakan peluru karet terhadap pengunjuk rasa yang masuk ke dalam kompleks Markas Brimob Polda Metro Jaya. Senjata ini seharusnya hanya digunakan dalam keadaan luar biasa, misalnya dalam situasi kerusuhan yang benar-benar menimbulkan ancaman besar dan segera terhadap orang lain. Selain itu, penggunaannya harus dilakukan oleh aparat yang terlatih dengan baik dan tidak boleh ditembakkan secara sembarangan ke arah kerumunan, melainkan diarahkan secara khusus hanya kepada individu yang melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain dan itu pun hanya jika cara-cara lain gagal menghentikan kekerasan tersebut."

"Lebih jauh, pemerintah Indonesia tidak boleh menggunakan insiden kekerasan yang dilakukan sebagian kecil pengunjuk rasa sebagai alasan untuk semakin menekan aksi protes damai. Alih-alih melakukan penindasan brutal, pemerintah seharusnya menghormati, memfasilitasi, dan melindungi hak masyarakat untuk berkumpul secara damai dan menyampaikan pendapatnya dengan bebas."

3 dari 5 halaman

Media Tidak Dibatasi dalam Peliputan

PBB menyerukan dilakukannya penyelidikan atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat dalam menangani unjuk rasa.

"Kami mengikuti dengan cermat rangkaian kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional terkait tunjangan parlemen, langkah-langkah penghematan, serta dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan oleh aparat keamanan. Kami menekankan pentingnya dialog untuk menanggapi keprihatinan publik," kata juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) di Jenewa Ravina Shamdasani dalam pernyataan yang dirilis pada Senin.

"Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak untuk berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil tetap menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, dalam kaitannya dengan pengelolaan aksi unjuk rasa. Semua aparat keamanan, termasuk militer ketika dikerahkan dalam kapasitas penegakan hukum, wajib mematuhi prinsip-prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum."

Dalam pernyataannya, Ravina menyerukan pula dilakukannya penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan.

"Selain itu, penting pula agar media diizinkan meliput peristiwa secara bebas dan independen," tegas Ravina.

4 dari 5 halaman

Buka Dialog dan Lakukan Reformasi

ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) dalam pernyataannya yang dirilis pada Jumat (29/8) menyatakan solidaritas penuh kepada mahasiswa, pekerja, serikat buruh, dan warga yang terlibat demonstrasi pada 28 Agustus.

Selain menyatakan solidaritas atas tuntutan rakyat, APHR dengan tegas mengecam tindakan brutal oknum polisi yang menyebabkan kematian Affan.

Menurut APHR, demonstrasi besar tersebut merupakan bagian dari gelombang protes yang menyoroti tuntutan rakyat atas upah layak, kondisi kerja yang lebih baik, transparansi penggunaan anggaran, penolakan terhadap undang-undang pertambangan yang merusak, serta kebijakan sosial-ekonomi yang menempatkan kesejahteraan rakyat di pusat perhatian. Namun, alih-alih membuka ruang dialog dan merespons dengan kebijakan, para demonstran justru dihadapkan pada eskalasi kekerasan dari aparat negara.

Kematian Affan, sebut APHR, menunjukkan dampak kemanusiaan dari penggunaan kekerasan sebagai respons pertama terhadap keresahan sipil.

"Kematian Affan dan kekerasan yang tidak perlu yang dialami publik bukan hanya sebuah tragedi tunggal; ini adalah peringatan bahwa hak-hak rakyat biasa untuk menuntut tata kelola pemerintahan yang lebih baik sedang terancam," ungkap Maria Angelina Sarmento, Anggota Dewan APHR sekaligus Anggota Parlemen Timor Leste.

Arlene Brosas, Anggota Dewan APHR sekaligus Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Filipina, juga menegaskan, "Ketika mekanisme penegakan hukum diprioritaskan dibandingkan kesejahteraan rakyat, negara telah meninggalkan tugas fundamentalnya. Kami dengan demikian menuntut agar mereka yang bertanggung jawab atas penggunaan kekerasan mematikan ini dimintai pertanggungjawaban dan agar pemerintah sungguh-sungguh terlibat dengan reformasi yang diperjuangkan para mahasiswa dan pekerja."

Wong Chen, Anggota Dewan APHR sekaligus Anggota Parlemen Malaysia, menyampaikan peringatan keras, "Momen ini menguji apakah Indonesia akan memilih reformasi atau represi. Membungkam suara-suara yang menyampaikan keprihatinan nyata tentang korupsi, keamanan kerja, dan perpajakan tidak akan menyelesaikan persoalan ini; justru akan memperkeruhnya."

APHR menyatakan berdiri bersama keluarga korban, mahasiswa dan pekerja yang mengorganisir protes, serta jurnalis dan anggota masyarakat sipil yang menjadi saksi meski menghadapi risiko.

Organisasi ini menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membuka saluran dialog yang tulus dengan demonstran dan masyarakat sipil, serta memprioritaskan reformasi legislatif dan regulasi yang mengatasi korupsi, ketidakamanan kerja, serta krisis ekonomi di tanah air. APHR menegaskan, perlindungan ketertiban umum tidak boleh lagi mengorbankan nyawa seorang yang tidak bersalah.

Sebagai jaringan pembuat kebijakan yang memperjuangkan hak asasi manusia, APHR menegaskan akan terus memantau perkembangan secara dekat dan menekan agar respons pemerintah menempatkan kebenaran, keadilan, dan kepentingan publik di pusat pemulihan Indonesia dari krisis nasional.

APHR adalah organisasi non-pemerintah yang beranggotakan para anggota parlemen dari negara-negara Asia Tenggara, yang secara khusus berfokus pada isu HAM dan demokrasi di kawasan ASEAN.

 

5 dari 5 halaman

Daftar 10 Korban Tewas

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menyatakan, berdasarkan data monitoringnya, 10 warga sipil meninggal akibat kerusuhan di tengah aksi demo. Mereka adalah:

  1. Affan Kurniawan (Jakarta)
  2. Andika Lutfi Falah (Jakarta)
  3. Rheza Sendy Pratama (Jogja)
  4. Sumari (Solo)
  5. Saiful Akbar (Makassar)
  6. Muhammad Akbar Basri (Makassar)
  7. Sarina Wati (Makassar)
  8. Rusdamdiansyah (Makassar)
  9. Iko Juliant Junior (Semarang)
  10. Septinus Sesa (Manokwari)

"Sejauh ini tercatat setidaknya 10 orang korban meninggal dunia, di mana beberapa di antaranya diduga kuat mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh aparat. Tapi ini masih kami selidiki," kata Anis saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa.

Anis mengaku juga mendapat laporan soal penangkapan sewenang-wenang oleh aparat keamanan.  

"Cukup banyak angkanya sedang dikonsolidasikan di Komnas HAM (jumlahnya), juga yang mengalami luka-luka cukup besar datanya di berbagai wilayah di seluruh Indonesia," imbuhnya.

 

EnamPlus