KEMBAR78
Marak Kebakaran di Jakarta, Apa Pemicu dan Solusinya? - News Liputan6.com
Sukses

Marak Kebakaran di Jakarta, Apa Pemicu dan Solusinya?

Kebakaran seperti tak pernah absen dari Jakarta. Hampir setiap tahun, ribuan peristiwa kebakaran melanda Jakarta dengan mayoritas terjadi di lingkungan padat penduduk. Di balik api yang berkobar, tersimpan masalah lama yang tak kunjung selesai. Bisakah kota ini benar-benar mencegah, bukan hanya memadamkan?

Diperbarui 17 Juni 2025, 14:38 WIB
Jadi intinya...
  • Kebakaran hebat melanda Jakarta dalam sepekan terakhir, dengan enam insiden tercatat, termasuk kebakaran di permukiman padat Kapuk Muara yang menyebabkan ribuan warga mengungsi.
  • Pengamat tata kota menyoroti faktor cuaca kemarau, material mudah terbakar di permukiman padat, dan masalah kelistrikan sebagai penyebab utama kebakaran, serta menyarankan sosialisasi di tingkat RT/RW.
  • Pemerintah pusat dan daerah berupaya menangani dampak kebakaran dengan penyediaan kebutuhan pokok dan fasilitas pengungsian, serta mempertimbangkan solusi jangka panjang seperti relokasi ke rumah susun dan penyediaan APAR di setiap RT.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah terik siang Kota Jakarta, sirine kembali meraung-raung dan bersahutan dengan suara khutbah Jumat di masjid-masjid. Sementara asap hitam menggulung dari balik deretan atap seng, mengabarkan satu hal bahwa kota ini terbakar lagi.

Siang itu, kebakaran hebat melanda kawasan permukiman padat penduduk di Jalan Kapuk Raya, Gang Damai, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat 6 Juni 2025 pukul 12.18 WIB.

Dengan sigap, puluhan petugas pemadam kebakaran (Damkar) yang diterjunkan langsung menerobos gang sempit, menarik selang sepanjang lapangan bola, bahkan memanjat rumah demi rumah untuk melawan api yang tak pernah bosan datang.

Setelah berjibaku selama 11 jam, api baru benar-benar dinyatakan padam. Namun ratusan rumah semi permanen di permukiman padat penduduk itu sudah luluh lantak, memaksa sekitar 2.000 jiwa mengungsi ke tenda-tenda darurat maupun tempat yang lebih aman. 

Namun petugas Damkar di Jakarta tak benar-benar bisa bernapas lega. Kebakaran demi kebakaran kembali terjadi sejumlah sudut ibu kota. Setidaknya dalam sepekan terakhir, tercatat ada 6 insiden kebakaran yang terjadi di Jakarta.

Sehari sebelum api meluluhlantakkan permukiman warga di Kampung Muara, kebakaran hebat melanda pabrik lilin di Jalan Keutamaan Dalam Krukut Limo, Krukut, Tamansari, Jakarta Barat pada Kamis malam, 5 Juni 2025, sekitar pukul 22.09 WIB. Kebakaran pada malam Hari Raya Idul Adha itu bahkan merembet ke permukiman warga dan membuat 178 jiwa mengungsi karena kehilangan tempat tinggal.

Selang dua hari, kebakaran melanda sebuah bangunan wihara di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin 9 Juni 2025 pukul 01.24 WIB. Belum juga berganti hari, kebakaran kembali terjadi di Rawa Buaya, Jakarta Barat pada Senin siang pukul 12.34 WIB. Meski tak menimbulkan korban jiwa, sebanyak 80 petugas Damkar diterjunkan untuk memadamkan api.

Tak jauh dari lokasi keempat, kebakaran melanda sejumlah bus yang terparkir di bekas Terminal Rawa Buaya, Jalan Raya Ring Road, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat pada Selasa 10 Juni 2025 siang. Insiden itu menghanguskan 20 bus bekas dari total 104 bus yang dititipkan di Terminal Rawa Buaya.

Esoknya, si jago merah menyerang sejumlah kios dan rumah yang ada di Jalan Dukuh V, RT 06/RW 05, Kramat Jati, Jakarta Timur. Kebakaran kios yang merembet ke rumah dan mobil warga itu terjadi saat hari masih gelap, Rabu 11 Juni 2025 pagi pukul 03.48 WIB.

Rentetan peristiwa kebakaran ini terjadi dalam rentang waktu yang nyaris berurutan. Bukan hanya kali ini, setiap tahunnya Jakarta selalu mencatatkan ratusan peristiwa kebakaran yang mayoritas terjadi di permukiman padat. 

Kondisi ini memunculkan sejumlah pertanyaan besar, apa faktor mendasar yang memicu kebakaran terus berulang di Jakarta? Dan bagaimana solusi mengakhiri permasalahan klasik ibu kota tersebut?

Menjawab hal itu, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna melihat ada sejumlah faktor penyebab rentetan kasus kebakaran di Jakarta belakangan ini. Salah satunya dipengaruhi faktor cuaca yang saat ini memasuki musim kemarau.

Kondisi ini juga diperparah dengan bahan-bahan yang mudah terbakar, yang kerap ditemukan terutama di kawasan permukiman padat penduduk. Karena itu, Yayat melihat permukiman padat mempunyai potensi kebakaran yang lebih tinggi, sebab rumah-rumah yang dibangun tidak memenuhi standar keselamatan bangunan. 

"Saat mereka menambah bangunan, itu terbuat dari bahan-bahan yang ringan dan menjadi bahan yang mudah terbakar, misalnya papan tripleks dan kayu, karena mereka tidak bisa membuat rumah-rumah standar permanen di tengah kota. Akhirnya semakin hilang gang-gang yang menjadi jalur pemadam kebakaran. Jadi kalau terjadi kebakaran ya kita tahu, sulit sekali bagi tim pemadaman," kata Yayat saat dihubungi Liputan6.com melalui telepon belum lama ini. 

Faktor kelistrikan juga berpengaruh dalam terjadinya kebakaran di Jakarta. Semrawutnya kabel-kabel turut memicu korsleting instalasi listrik.

Dia meyakni, ada ketidakpahaman tentang bagaimana cara membangun instalasi listrik di kawasan padat penduduk yang didominasi bangunan semi permanen.

"Saya merasa bahwa persoalan pemasangan instalasi listrik dengan sistem pengamannya MCB-nya itu tidak dipahami dan kabel-kabel yang dipasang itu tidak standar. Apalagi pada kawasan yang padat itu, hewan-hewan pengerat seperti tikus menggigit kabel dan sebagainya, ditambah dengan cuaca panas, mudah sekali kabel itu mengalami pengelupasan, dan pemakaian listrik berlebih itu juga menjadi penyebab kebakaran," tutur Yayat.

Dia pun menyarankan, agar pencegahan dapat dilakukan dengan tindakan sosialisasi dari level Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat. Salah satunya dengan memasang poster dan spanduk yang bisa meningkatkan kesadaran penduduk akan bahaya kebakaran di pemukiman padat.

"Sebetulnya itu tugas-tugas RT/RW kita, tapi rata-rata tidak sanggup mengatasi kebakaran atau mengingatkan masyarakatnya. Mungkin bisa dikatakan karena mereka yang tinggal di situ (permukiman padat) bukan rumah sendiri, mereka mengontrak, menumpang dan sebagainya. Jadi rasa pedulinya kurang, seperti yang juga tinggal di kos-kosan, satu bangunan isinya 10 sampai 20 orang," beber Yayat. 

Promosi 1
2 dari 6 halaman

Rumah Susun Bisa Jadi Solusi Cepat

Yayat kembali menyinggung banyaknya permukiman padat penduduk di Jakarta, yang memiliki keterkaitan erat dengan fenomena kebakaran di kota besar. Berdasarkan data yang ia miliki, harus diakui bahwa sepertiga atau bahkan lebih dari itu permukiman di Jakarta adalah kawasan kumuh padat penduduk. 

“Dan itu sudah terbukti bahwa Jakarta dalam 1 tahun bisa lebih dari 1.000 kali terjadi kebakaran. Jadi kalau kebakaran setahun 365 hari, Jakarta berarti sehari bisa 2-3 kali kebakaran,” tutur Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti itu kepada Liputan6.com.

“Bahkan istilahnya ada, mohon maaf, arisan kebakaran dalam satu kelurahan, dari kecamatan, hari ini di RT ini, pindah besok di sini, pindah-pindah. Pertanyaannya penyebab utama itu tadi, kepadatan penduduk dan kepadatan permukiman,” ujarnya menambahkan.

Yayat memberikan gambaran, bahwa penduduk Jakarta dalam 1 kilometer persegi saja bisa mencapai 16 ribu hingga 20 ribu jiwa. Dia berseloroh, bahkan cahaya matahari pun tidak sanggup masuk ke dalam kawasan sepadat itu. “Jadi bisa bayangkan kalau misalnya satu rumah terbakar, itu bisa ratusan rumah kebakaran.”

Sementara penyebab kebakaran di Jakarta mesti ditelaah lebih mendalam lagi. Dalam catatan, disebutkan bahwa 90 persen peristiwa kebakaran di Jakarta akibat permasalahan kelistrikan. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa ada problem instalasi atau bahkan pencurian listrik yang memicu kebakaran.

Belum lagi data menunjukkan bahwa 44 persen warga Jakarta tinggal dengan mengontrak, sehingga kontrol pengawasan bisa saja lengah di kawasan tersebut.

“Kita bukan menyalahkan itu, tapi itulah fakta bahwa banyak kejadian-kejadian karena penghuninya kosong, lupa nyabut listrik, lupa matikan segala sesuatu, dan selain itu juga ada penyebab lain, misalnya instalasi yang digunakan tidak standar,” ujarnya.

Ditambah lagi banyak rumah dua lantai di permukiman padat yang tidak dibangun dengan material beton, melainkan kayu, sehingga ketika terjadi kebakaran sangat mudah menyebar.

Melihat fenomena-fenomena ini, maka penanganan masalah kebakaran tidak bisa hanya mengandalkan petugas Damkar. Seluruh elemen masyarakat harus dilibatkan dalam upaya preventif atau pencegahan, mulai dari sosialisasi hingga pelatihan dalam menghadapi kebakaran.

Selain itu, juga diperlukan sosialisasi dan pelatihan tentang keselamatan bangunan dan gedung. Masyarakat harus mengerti bagaimana instalasi listrik yang benar, termasuk diberi pemahaman tentang spesifikasi rumah yang aman dan layak huni.

“Dari seluruh rumah yang ada, yang dimiliki orang Jakarta, itu ada data mengatakan 37 persen sampai 40 persen tidak layak huni. Tidak layak huni berarti ada standar yang tidak terpenuhi, kalau standar tidak terpenuhi salah satu, tidak terpenuhi sertifikasi terkait bahaya kebakaran, ya dia akan terulang kembali,” ujar Yayat.

Karena itu, menurut dia, salah satu solusi tercepat memutus terulang kembalinya kebakaran permukiman padat penduduk adalah dengan memindahkan warganya ke rumah susun (Rusun), sebab di sana lebih terjaga, terawat, terpantau, dan terkendali.

Jangan biarkan hunian yang sudah habis terbakar malah dibangun kembali oleh warga. Pemerintah mesti memberikan bantuan pemindahan para warga terdampak ke rumah susun.

“Jadi itu penting menurut saya, tinggal di rumah susun adalah salah satu cara untuk mengendalikan supaya peristiwa ini tidak terulang,” kata Yayat menandaskan.

3 dari 6 halaman

Tiap RT Harus Punya APAR

Senada dengan Yayat, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai, harus ada edukasi dan sosialisasi kepada warga soal bahaya kebakaran.

"Mereka atau warga ini juga harus di-support dengan upaya edukasi dan pencegahan bahaya kebakaran. RT ini harusnya bekerja, RW juga kelurahan, mereka itu kan bersinggungan langsung dengan warga paling bawah untuk melakukan pencegahan-pencegahan dengan adanya beberapa kejadian ini bisa menjadi bahan untuk edukasi kemasyarakat," kata Tigor saat dihubungi Liputan6.com.

Tigor mencontohkan, penyebab kebakaran umum dikatakan akibat arus pendek listrik. Maka hal itu bisa menjadi bahan edukasi dengan menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan hubungan arus pendek.

Selain itu, bisa juga diingatkan kepada warga agar tidak nakal dengan menggunakan sambungan listrik ilegal demi keuntungan pribadi yang berpotensi merugikan banyak orang di sekitarnya.

"Biasanya di kampung-kampung nih, ingatkan jangan nyolong listrik itu bahaya, jelasin jangan hanya untung sedikit tapi bahayanya besar," ucap Tigor mewanti.

Tigor pun berharap, Gubernur Jakarta Pramono Anung dapat lebih mendorong sosialiasi hingga ke tingkat paling bawah. Khususnya, lewat kebijakan tiap RT 1 alat pemadam api ringan (APAR).

"Saya memaknai maksud pak gubernur ini bukan sebatas menyediakan APAR tiap RT, tapi lebih kepada ingin menghadirkan sentuhan edukasi kemasyarakat. Jadi saya harap hal itu bisa diterjemahkan mereka RT/RW dengan baik kebijakan ini," ucap Azas Tigor Nainggolan.

Seperti diketahui, Gubernur Jakarta Pramono Anung telah menerbitkan kebijakan soal pencegahan kebakaran dengan mewajibkan APAR di tiap RT. Langkah ini dinilai sebagai langkah cepat agar api dapat dikondisikan tidak membesar, sambil menunggu petugas Damkar tiba.

"Saya barusan menandatangani tentang Pergub tentang APAR. Saya yakin mungkin di sini belum semua RT itu setiap RT (punya) 1 APAR. Karenanya pemerintah DKI Jakarta menyiapkan untuk itu," kata Pramono di lokasi pengungsian kebakaran Kapuk Muara, Jakarta Utara, Minggu (8/6/2025).

Pramono mewanti, saat nantinya sudah disediakan langkah pencegahan namun tetap peristiwa kebakaran terkadang tak terduga. Karenanya, masyarakat harus tetap waspada menghindari hal yang tidak diinginkan.

Aturan kepemilikan APAR ini merujuk pada Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Gerakan Masyarakat Punya Alat Pemadam Api Ringan (Gempar). Lewat aturan tersebut, masyarakat di wilayah Jakarta, para Aparatur Sipil Negara (ASN), dan mereka yang berstatus pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jakarta diminta memiliki dan menyediakan alat pemadam api ringan (APAR) di rumah, juga tempat kerjanya masing-masing.

Pramono pun meminta tidak hanya menyediakan APAR, tetapi edukasi, sosialisasi dan pendataan juga menjadi tindakan yang harus dilaksanakan oleh Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) sebagai leading sector Ingub tersebut.

4 dari 6 halaman

Pemerintah Pusat Turun Tangan, Warga Senang

Kebakaran hebat yang melanda permukiman padat penduduk di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara pada Hari Raya Idul Adha, Jumat 6 Juni 2025 lalu turut menyita perhatian pemerintah pusat. Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka turun langsung ke lokasi kebakaran dan posko pengungsian pada Senin malam 9 Juni 2025.

"Wapres menyusuri area terdampak yang masih dipenuhi puing-puing sisa kebakaran. Ia juga mengunjungi tenda-tenda pengungsian, berdialog dengan warga untuk mendengar langsung berbagai kebutuhan mereka," tulis keterangan pers Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 10 Juni 2025.

Kepada pengungsi, Gibran menyampaikan bahwa pemerintah akan terus memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok, termasuk fasilitas yang lebih layak, makanan bergizi, dan layanan kesehatan.

Sebagaimana ditekankan Presiden Prabowo tentang pentingnya koordinasi lintas sektor dalam situasi darurat, Gibran menginstruksikan jajaran pemerintah daerah dan lembaga terkait agar memastikan penanganan dampak kebakaran Kapuk Muara berjalan optimal. Termasuk meminta agar dilakukan pemetaan menyeluruh terhadap zona terdampak, sehingga distribusi bantuan dapat berjalan merata dan tepat sasaran.

Di samping penanganan darurat tersebut, Wapres juga menyoroti pentingnya langkah jangka panjang dalam upaya mencegah bencana kebakaran terulang kembali di masa mendatang. Di antaranya, ia meminta penguatan sistem pemadam kebakaran di kawasan padat penduduk, penambahan hidran publik dan posko siaga di tingkat RT/RW, serta penataan ulang kawasan rawan kebakaran.

Pada kesempatan yang sama, Ketua RW 04 Kelurahan Kapuk Muara, Sudiono menjelaskan kronologi kebakaran yang terjadi saat lingkungan dalam kondisi sepi. Kebakaran berlangsung bertepatan dengan waktu sholat Jumat dan perayaan Idul Adha.

"Waktu itu pas berbarengan kebakarannya. Satu, pas waktu sembahyang Jumat. Kedua, pas Hari Raya Idul Adha," tutur Sudiono.

"Jadi waktu itu kondisinya sepi, tahu-tahu, api udah gede," imbuhnya.

Lebih lanjut, Sudiono menyampaikan bahwa bantuan dari berbagai tingkatan pemerintahan telah hadir secara cepat dan terpadu. "Selama ini penanganannya dari tingkat kelurahan sampai ke tingkat provinsi dan pusat pun selalu merespons semua. Jadi, dari itu, udah disiapin langsung MCK portabel, terus air, semua terpenuhi, dan makanan, Alhamdulillah, tidak kekurangan," katanya.

Sudiono mengucapkan terima kasih atas kunjungan Wapres Gibran yang menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap kondisi warga. Ia berharap kehadiran Wapres menjadi solusi bagi korban dan wilayah terdampak.

"Saya terima kasih Bapak (Wapres) menyempatkan mengunjungi atau melihat langsung kondisi pengungsian korban kebakaran di wilayah kami," ucapnya.

Sementara itu, salah satu warga terdampak, Juki menuturkan bahwa titik api pertama kali muncul tepat di lingkungannya. Dalam hitungan jam, seluruh harta bendanya habis dilalap api.

"Titiknya di tempat lingkungan aku. Jadi udah deh, semuanya habis. Tinggal yang dipakai doang," ujarnya.

Dengan kehadiran Wapres, ia berharap ada solusi, terutama terkait relokasi tempat tinggal warga terdampak ke lokasi yang lebih aman dan layak. "Kalau bisa ya (tempat tinggal) dipindahin ke yang lebih layak," ucap Juki.

5 dari 6 halaman

Sepenggah Kisah Heroik Pemadam Kebakaran

Peristiwa kebakaran di Jakarta memang seolah tak memiliki jeda. Baru padam satu, sudah menyala lagi di tempat lain. Ketika api melahap permukiman padat, petugas pemadam kebakaran harus jatuh bangun menerobos gang sempit hingga memanjat atap rumah bak adegan di film Batman, hanya saja tanpa sutradara dan tanpa cut.

Seperti yang terjadi di kawasan padat Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat 6 Juni 2025 siang. Kebakaran hebat yang melahap ratusan bangunan semi permanen itu memaksa ribuan warganya mengungsi, meninggalkan rumah yang kini tinggal puingnya.

Di balik raungan sirine dan semburan air, terselip kisah perjuangan tanpa henti dari para petugas Damkar. Bertaruh nyawa di tengah kobaran api, mereka hanya berbekal keberanian dan doa keluarga, sebagaimana diungkapkan Kasi Ops Sudin Gulkarmat Jakarta Utara, Gatot Sulaeman.

Secara umum, Gatot menyatakan bahwa permukiman padat penduduk menjadi salah satu 'medan perang' yang berat bagi satuan Damkar melawan ganasnya api.

“Kalau menghadapi api yang di tengah permukiman, ya kita tetap mengawasi daripada arah api, terus akses masuk ke TKP-nya, walaupun itu sulit kita tembus, karena full aksesnya cuma harus dari situ ya kita harus tembus dari situ,” tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (11/6/2025).

Di permukiman padat, api menjelma menjadi predator gesit, melahap apa saja yang dilewatinya. Kobarannya menjalar cepat tanpa ampun, memaksa petugas Damkar berpacu dengan waktu, berusaha memutus laju si jago merah sebelum ada lagi yang jadi mangsa.

“Kalau langsung kita melawan api, kejaran apinya sangat cepat, apalagi kalau kebakarannya cukup kuat, ya kita tetap (mencari cara masuk). Tapi kita tidak terpaku itu juga. Kalau memang kondisinya real lapangannya sangat-sangat api membahayakan perumahan warga yang lain, kita tetap berjibaku bagaimana caranya untuk api itu tidak menjalar lebih luas lagi,” kata Gatot.

Tidak jarang pula petugas mesti menarik selang yang cukup jauh dari lokasi kebakaran. Ditambah jalan sempit penuh hambatan, petugas Damkar seringkali mengambil jalur alternatif dengan membobol tembok, hingga berjalan dan berlompatan di atap rumah warga.

“Cukup, cukup jauh (narik selang), makanya kita membutuhkan akses. Ya aksesnya dalam artian bisa kita melewati atas rumah warga, kita harus membolongkan tembok, melewati tembok, walaupun temboknya tinggi demi akses masuk, itu upaya-upaya yang kita lakukan,” ungkapnya.

Beruntung, warga setempat di sekitar lokasi kebakaran banyak mendukung aksi Damkar. Mereka mengizinkan rumahnya dimasuki, bahkan temboknya dibobol maupun atapnya diinjak, demi mempermudah akses masuk petugas.

Gatot tak menampik, aksi-aksi sigap jajaran petugas pemadam kebakaran saat menjinakkan api seringkali dianggap warga layaknya superhero Batman, apalagi ketika bertugas di malam hari.

“Iya itu, lagi di atap tahu-tahu viral. Karena kita harus mencari akses secepat mungkin agar jangkauan airnya benar-benar kena ke pusat apinya,” ujar Gatot Sulaeman.

6 dari 6 halaman

Infografis Pemicu & Antisipasi Kebakaran di Jakarta

EnamPlus