Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo kembali menggunakan istilah serakahnomics dalam pidato kenegaraannya pada Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD RI, Jumat (15/8/2025). Istilah itu digunakan untuk menggambarkan bagaimana bisnis yang dijalankan dengan seenaknya oleh pengusaha dan menikmati keuntungan tinggi di atas penderitaan rakyat.
Dalam pidatonya, ia menyoroti beberapa contoh praktik serakahnomics yang selama ini terjadi. Salah satu yang disorot adalah kelangkaan minyak goreng di Indonesia, meski negara ini merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Prabowo menyebut kejadian tersebut sebagai hal yang aneh dan tidak masuk akal sehat. Menurut Prabowo, kelangkaan minyak goreng yang berlangsung berminggu-minggu, bahkan hampir berbulan-bulan, merupakan bukti adanya manipulasi pasar.
Advertisement
"Sungguh aneh, negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng, ini aneh sekali tidak masuk diakal sehat. Negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia berminggu-minggu, hampir berapa bulan kelapa sawit langka," kata Prabowo.
"Ternyata memang permainan manipulasi yang tadi sudah disinggung ketua DPR yang saya beri nama serakahnomics," ucap Prabowo.
Prabowo menegaskan, kondisi semacam ini tidak boleh terulang. Negara harus hadir memastikan bahwa kekayaan alam dan produk strategis dikelola untuk kepentingan rakyat banyak, bukan untuk dipermainkan oleh kelompok tertentu.
Lalu, sejak kapan istilah serakahnomics disampaikan Prabowo?
Serakahnomics pertama kali diperkenalkan oleh Prabowo dalam pidatonya saat menutup Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo pada 20 Juli 2025. Dalam kesempatan itu, Prabowo mengkritik praktik ekonomi yang dilandasi keserakahan elit, yang disebutnya melewati batas kewajaran dan moralitas.
Prabowo mengatakan bahwa kekayaan yang dimiliki Indonesia sangat luar biasa. Sayangnya, dia menyebut masih banyak orang jahat alias maling yang mengambil seluruh kekayaan.
"Maling-maling pun luar biasa, kalian luar biasa nggak jera-jera sudah dikasih warning berkali-kali masih aja," imbuh dia.
Prabowo pun mengklaim, istilah serakahnomics yang ia sebut merupakan istilah baru yang tidak ada dalam mazhab ekonomi yang berkembang saat ini.
"Serakahnomics ini sudah lewat nggak ada di buku enggak ada di universitas ekonomi kayak begini ini ilmu serakah. Tapi ya tunggu tanggal mainnya," jelas dia.
Selain menjelaskan soal bahayanya serakahnomics di Kongres PSI, Prabowo juga kembali menyampaikan hal yang sama dalam perayaan Harlah ke-27 PKB di JCC Senayan, Jakarta.
Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabumingraka menghadiri Sidang Paripurna DPR, DPD, dan MPR, Jumat (15/8). Hadir juga Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ditemani dua putranya, Menko Agus Harimurti Yudhoyono dan Ibas Yudhoyono. Sej...
Serakahnomics di Mata Pakar Linguistik
Pakar Linguistik Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Fariz Alnizar, mengatakan bahwa istilah yang digunakan Presiden Prabowo merupakan hasil kreativitas berbahasa yang menggabungkan kata 'serakah' dan 'economics'.
Baginya, secara linguistik istilah serakahnomics termasuk dalam kategori neologisme karena merupakan kata baru yang lahir dari kebutuhan ekspresif untuk menjelaskan fenomena sosial-politik secara spesifik.
"Yang secara eksplisit mengkritik praktik ekonomi yang didasarkan pada sikap serakah," kata Fariz saat dihubungi NU Online pada Sabtu (26/7/2025).
Menurutnya, penciptaan istilah ini merupakan strategi retoris berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban, karena jawabannya sudah jelas atau tersirat dalam pertanyaan itu sendiri. Dalam konteks politik, lanjutnya, strategi ini bertujuan untuk menyoroti sisi negatif praktik tersebut secara ringkas dan tajam, sekaligus membingkai wacana ekonomi dengan konotasi moral yang kuat.
"Serakahnomics tidak hanya berfungsi sebagai label, tetapi juga sebagai alat framing yang membentuk persepsi publik terhadap praktik ekonomi yang dianggap eksploitatif dan merugikan masyarakat luas," kata penulis buku Kekerasan Linguistik ini.
Selain itu, lanjutnya, istilah ini juga mengandung unsur disfemisme, karena penggunaan kata serakah membawa muatan nilai negatif yang keras.
"Oleh karena itu, istilah ini bukanlah eufemisme, yang biasanya berfungsi melembutkan makna, melainkan istilah yang mempertegas dan memperkuat sikap negatif," katanya.
Advertisement
Pesan Politik Penting di Balik Istilah Sekarahnomics
Sementara itu, Menurut Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an, ungkapan Presiden Prabowo itu bukanlah sekadar candaan, namun ada pesan politik sangat penting yang hendak disampaikan kepada publik.
"Kalau sampai disampaikan dua kali di momentum acara yang berbeda, pastinya ada pesan politik yang maha penting,” kata Ali Rif’an, Senin (28/7).
Menurut Ali, setidaknya ada tiga pesan penting yang hendak disampaikan Prabowo. Pertama, yakni semangat perang melawan korupsi. Hal ini mengingat korupsi menjadi masalah sangat krusial di Indonesia, karena berdasarkan data BPS 2024, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia masih sebesar 3,85 pada skala 0 sampai 5.
“Tentu yang pertama, Pak Prabowo memberikan pesan penting perang melawan korupsi. Prabowo yakin negara akan sulit maju jika korupsi masih ada di mana-mana. Apalagi indeks korupsi kita juga masih tinggi,” terang Ali Rif’an.
Yang kedua, menurut Ali Rif’an, istilah 'serakahnomics' juga dinilai sebagai upaya Presiden Prabowo mengatasi ketimpangan dan sebagai bentuk keberpihakan pada rakyat kecil. Hal itu karena Prabowo kaget betul misalnya dengan kasus beras oplosan yang merugikan negara hingga Rp 100 triliun.
“Bukan sekadar retorika politik. Namun ada pesan tentang upaya mengatasi ketimpangan dan keberpihakan pada rakyat kecil. Ini cara Presiden untuk menyindir para pelaku bisnis dan kekuasaan yang tamak, mengeruk untung banyak sembari menindas rakyat kecil, bahkan disebut sebagai vampir ekonomi yang menghisap darah rakyat,” tambah Ali Rif’an.
Genjot Pertumbuhan Ekonomi
Sementara yang ketiga, menurut Ali, adalah semangat menggenjot pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena ada ketimbangan yang lebar, misalnya ada data yang menyebutkan bahwa 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai sekitar 60 persen kekayaan nasional.
Padahal jika merujuk pada studi Dana Moneter Internasional (IMF) disebutkan, kalau misalnya pendapatan hanya meningkat di kelompok orang kaya, pertumbuhan ekonomi justru akan melambat.
"Yang ketiga adalah semangat menggenjot pertumbuhan ekonomi, ini menarik karena ada data yang menyebutkan jika pendapatan hanya meningkat di kelompok orang kaya, maka pertumbuhan ekonomi justru mengalami pelambatan. Jadi Presiden Prabowo punya visi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan melakukan pemerataan pendapatan,” tambahnya.
Advertisement