Liputan6.com, Jakarta Sambil tertunduk lesu dan wajah ditutupi masker, seorang pemuda berambut keriting harus menggenakan baju oranye, warna khas yang digunakan tahanan di Polda Metro Jaya.
Namun, pemuda berusia 22 tahun ini bukan sosok sembarangan. Pria berinsial WFT ini merupakan hacker atau peretas dengan nama banyak nama di dark web seperti SkyWave, Shint Hunter, sampai Opposite6890. Namun, dia terkenal dengan nama Bjorka.
Sepak terjang WFT sebagai hacker akhirnya terhenti di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara pada Selasa, 23 September 2025.
Advertisement
"Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil menangkap pelaku WFT," kata Kasubdit Penmas Polda Metro, AKBP Reonald Simanjuntak saat konferensi pers, Kamis (2/10/2025).
Dia menjelaskan, WFT sebagai pemilik akun X atau Twitter dengan nama Bjorka dan @Bjorkanesiaa. Dari akun itulah ia memamerkan tangkapan layar berisi database nasabah sebuah bank swasta.
Sementara itu, Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus menambahkan, WFT sudah mulai berkecimpung di dark web sejak 2020. Di sana, ia menjual data-data yang diklaim berasal dari berbagai institusi dalam maupun luar negeri.
Kronologi Penangkapan
Adapun, penangkapan WFT ini berawal dari sebuah laporan bank swasta pada Februari 2025 setelah akun X dengan nama @bjorkanesiaaa mengunggah tampilah salah satu akun nasabah bank tersebut.Â
Saat itu, akun X itu mengirim pesan ke akun resmi bank swasta tersebut, di mana mengklaim telah membobol 4,9 juta data nasabahnya.
"Niat daripada pelaku adalah sebenarnya untuk melakukan pemerasan terhadap bank swasta tersebut," kata Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Dari sanalah, pihak siber Polda Metro Jaya mulai menyelidiki untuk mengungkap sosok pemilik akun X. Sampai akhirnya, jejak WFT ditangkap di Desa Totolan, Minahasa, Sulawesi Utara pada Selasa 23 September 2024.
Saat ditangkap, polisi juga menyita barang bukti digital dari komputer dan handphone yang digunakan WFT, termasuk erbagai macam tampilan akun nasabah salah satu bank swasta tersebut.
"Pelaku ditangkap pada hari Selasa, 23 September yaitu di Provinsi Sulawesi Utara," jelas Herman.
Advertisement
Memakai Nama Bjorka Sejak 2020
Dari hasil pemeriksaan, WFT mengaku memakai nama Bjorka sejak 2020, di mana pihak kepolisian telah menemukan aktivitasnya di dark web sejak Desember 2024.
Waktu itu ia pakai nama Bjorka, saat akunnya menjadi sorotan publik pada 5 Februari 2025, ia mengganti nama akun menjadi SkyWave.
Lewat nama baru itu ia kembali mengunggah contoh tampilan akses perbankan atau mobile banking milik nasabah.
Kemudian diunggah lagi melalui akun Bjorkanesiaa dan dikirim ke pihak bank dengan tujuan pemerasan.
Pada Maret 2025, pelaku juga mengunggah ulang data lewat channel Telegram. Menurut dia, ini memperkuat adanya dugaan bahwa pelaku ini memiliki jaringan dan keterkaitan dengan forum-forum jual beli data secara ilegal.
Dalam penelusuran, penyidik juga menemukan banyak data yang ia klaim kuasai. Mulai dari data perbankan, perusahaan swasta, hingga sektor kesehatan.
Semua diperdagangkan melalui X, Instagram, TikTok, Facebook.
Sementara itu, transaksi menggunakan kripto. Pembayaran masuk ke alamat-alamat kripto yang rutin diganti-ganti pelaku.
Setiap kali akun dinonaktifkan, ia membuat akun baru dengan email baru.
"Jadi setelah akun tersebut di-suspend, maka dia akan selalu mengganti dengan akun-akun yang baru dan menggunakan email yang baru," ujar dia.
Pemuda Pengangguran, Tak Lulus SMK
Latar belakangnya pun diungkap oleh Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus. Ternyata, WFT bukan seorang sarjana atau ahli di bidang teknologi.
Dia hanya seorang anak muda yang tak lulus SMK, lalu menekuni dunia komputer secara otodidak.
"Jadi yang bersangkutan ini bukan ahli IT, hanya orang yang tidak lulus SMK. Namun sehari-hari secara otodidak dia selalu mempelajari IT, jadi dia mempelajari segala sesuatunya itu hanya dari IT dan melalui komunitas-komunitas media sosial," kata Fian kepada wartawan, Kamis (2/10/2025).
Dia menerangkan, aktivitas itu semua dijalankan dari rumah. Hari-harinya dihabiskan depan komputer, tanpa pekerjaan tetap.
Sejak 2020, WFT mulai mengenal komunitas gelap di internet. Dari sana, pelan-pelan ia belajar cara mencari uang dengan memperdagangkan data pribadi.
Di dark web maupun forum, ia menjual data-data yang diklaim berasal dari berbagai institusi dalam maupun luar negeri. "Ya, sehari-hari dia tidak ada pekerjaan," ucap dia.
Advertisement
Kaitan dengan Peretasan Data Jokowi, Ditjen Pajak Hingga Nasabah Bank
Polisi telah menangkap seorang pemuda asal Minahasa, Sulawesi Utara, bernisial WFT (22), di mana yang bersangkutan merupakan sosok dibalik hacker bernama Bjorka.
Meski memiliki sejumlah nama di dark web, seperti SkyWave, Shint Hunter, sampai Opposite6890, Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus tak mau memberikan kesimpulan lebih jauh, bahwa WFT juga terlibat berbagai kasus pembobol data pribadi yang selama ini terjadi di Indonesia.
Adapun, hacker Bjorka dikaitkan dengan dugaan bocornya 6,6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di mana sempat muncul data Jokowi sampai Sri Mulyani, kemudian dugaan membobol dan menjual 34 juta data paspor orang Indonesia, lalu mengklaim bank BCA telah diserang oleh kelompok ransomware, sampai peretasan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
"Jawabannya, saya bisa jawab mungkin. Apakah Bjorka 2020, mungkin, apakah Opposite6890Â yang dicari-cari, mungkin," kata Fian di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Menurut dia, di dalam dunia siber semua orang bisa jadi siapa saja. Karena itulah polisi masih membutuh waktu untuk memastikan lebih jauh sosok WFT.
Polisi Butuh Waktu
Kepastikan, WFT sebagai otak di balik akun yang sempat buat heboh satu Indonesia, menurut Fian pihaknya masih memerlukan waktu. Apakah dia, atau justru hanya memiliki kesamaan nama.
"Karena di internet, everybody can be anybody, jadi itu masih dalam penyelidikan.Yang tadi saya sampaikan, setiap orang bisa jadi siapa saja di internet, kita perlu pendalaman lebih dalam lagi terkait dengan bukti-bukti yang kita temukan, terkait dengan, baik itu data-datanya, jejak digitalnya, sehingga itu bisa kita formulasikan," ujar dia.
"Saya belum bisa menjawab 90%, tetapi kalau anda tanya sekarang saya bisa jawab, mungkin. Sekarang kita lihat jejak digitalnya. Dan itu membutuhkan waktu yang lama, karena kan datanya udah tertumpuk di bawah," sambung dia.
Advertisement
Tak Mau Terburu-buru
Sementara, Kasubdit Penmas Polda Metro, AKBP Reonald Simanjuntak, menegaskan penyidik tak mau gegabah memberikan kesimpulan.
"Kenapa jawabannya beliau mungkin ya? Karena yang namanya penyidik itu tidak boleh berandai-andai dan tidak boleh menerka-nerka. Jadi segala sesuatu itu apabila sudah dipersangkakan terhadap seseorang, itu harus pasti, ini alat buktinya, ini barang buktinya, ini perbuatan kamu lakukan dan kamu adalah pelakunya," ujar dia.
Dia mengimbau bagi masyarakat yang merasa pernah menjadi korban Bjorka untuk melapor.
Jeratan Pasal
Kini, WFT harus mempertanggungjawabkan ulahnya.
Ia dijerat Pasal 46 junto Pasal 30, Pasal 48 junto Pasal 32, serta Pasal 51 ayat 1 junto Pasal 35 UU ITE. Tak cukup di situ, ia juga dikenai Pasal 65 ayat 1 junto Pasal 67 ayat 1 UU Perlindungan Data Pribadi.
"Terhadap dugaan tindak pidana ilegal akses yang diduga dilakukan oleh pelaku, masih akan terus kami lakukan pendalaman secara saintifik untuk dapat membuktikan dari mana asal data-data tersebut didapatkan oleh pelaku," jelas Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon.
Advertisement