KEMBAR78
Pakar UGM Tolak Penetapan Hari Kebudayaan Nasional - Regional Liputan6.com
Sukses

Pakar UGM Tolak Penetapan Hari Kebudayaan Nasional

Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon menuai perdebatan di tengah masyarakat bahkan mendapat penolakan dari para akademisi.

Diterbitkan 29 Juli 2025, 07:00 WIB

Liputan6.com, Yogyakarta - Salah satu akademisi yang juga seorang pakar kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM), yakni Aprinus Salam menolak dengan tegas adanya penetapan Hari Kebudayaan Nasional. Ia mengaku tidak setuju dengan penetapan keberadaan Hari Kebudayaan Nasional tersebut.

"Saya tidak pernah setuju kalau ada Hari Kebudayaan Nasional. Setiap hari adalah hari kebudayaan," ujarnya kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Adanya satu hari khusus untuk merayakan kebudayaan menurutnya akan mereduksi makna kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan bukan sekadar perayaan atau seremoni tahunan, melainkan sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

"Kenapa kebudayaan harus diisolasi menjadi satu momen tertentu? Seolah-olah hari-hari lain tidak penting. Padahal, kebudayaan itu hidup setiap hari dalam praktik, dalam hubungan antarmanusia, dalam penghargaan dan penghormatan," tegasnya soal Hari Kebudayaan Nasional.

Aprinus mengkritik keberadaan hari kebudayaan nasional, yang akan membuat masyarakat hanya akan fokus mempersiapkan perayaan di satu hari tertentu. Ia khawatir hal ini akan menjebak publik dalam ritual tahunan yang justru mengabaikan pentingnya menerapkan nilai-nilai kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari.

"Orang nanti hanya berkonsentrasi memperingati Hari Kebudayaan tanggal 17 Oktober. Seolah-olah hari-hari lain bukan hari kebudayaan," ujarnya.

Menurutnya kebudayaan seharusnya tidak diperingati namun dihidupi. Artinya, semangat kebudayaan tidak membutuhkan seremoni, melainkan praktik nyata yang berkelanjutan dan kontekstual dalam kehidupan bermasyarakat. Ia pun menegaskan jika ia menolak adanya Hari Kebudayaan Nasional.

EnamPlus