Liputan6.com, Jakarta - Kanker ovarium dikenal sebagai salah satu jenis kanker paling mematikan yang menyerang sistem reproduksi wanita. Penyakit ini sering disebut sebagai silent killer atau pembunuh senyap karena gejalanya kerap tidak disadari hingga mencapai stadium lanjut. Padahal, deteksi dini menjadi kunci utama untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Dilansir dari Cleveland Clinic, kanker ovarium terjadi ketika sel-sel abnormal tumbuh secara tidak terkendali di ovarium atau tuba falopi. Ovarium sendiri merupakan organ kecil berbentuk bulat seukuran kacang kenari yang berfungsi menghasilkan sel telur. Karena letaknya yang tersembunyi di dalam panggul, perubahan kecil akibat pertumbuhan sel kanker sering luput dari perhatian.
Gejala Kanker Ovarium yang Sering Diabaikan
Gejala kanker ovarium umumnya muncul secara halus dan sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan biasa. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai antara lain:
Advertisement
- Nyeri atau rasa tidak nyaman di perut dan panggul.
- Perut terasa kembung atau membesar tanpa sebab jelas.
- Cepat kenyang meski hanya makan sedikit.
- Perubahan pola buang air besar, seperti sembelit atau diare.
- Peningkatan frekuensi buang air kecil.
- Perdarahan tidak normal di luar siklus menstruasi atau setelah menopause.
Jika gejala-gejala tersebut terjadi terus-menerus selama beberapa minggu, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter. Semakin cepat kanker ovarium terdeteksi, semakin besar kemungkinan penanganan berhasil.
Siapa yang Berisiko Terkena Kanker Ovarium?
Meskipun kanker ovarium dapat menyerang siapa saja, risikonya meningkat seiring bertambahnya usia. Wanita berumur di atas 60 tahun, terutama yang belum pernah hamil, memiliki risiko lebih tinggi.
Faktor lain seperti obesitas, endometriosis, dan riwayat keluarga yang pernah menderita kanker ovarium atau kanker payudara juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit ini.
Selain itu, perempuan dengan keturunan Yahudi Ashkenazi diketahui memiliki kecenderungan genetik terhadap mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 yang berkaitan dengan kanker ovarium dan kanker payudara.
Advertisement
Diagnosis dan Pemeriksaan
Kanker ovarium sulit didiagnosis pada tahap awal karena tidak ada tes skrining rutin yang efektif seperti halnya pada kanker serviks. Biasanya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan tes penunjang untuk memastikan diagnosis.
Pemeriksaan ini bisa berupa USG panggul, MRI, CT scan, atau tes darah CA-125 untuk mendeteksi adanya protein yang sering meningkat pada penderita kanker ovarium. Namun, kadar CA-125 yang tinggi tidak selalu berarti seseorang mengidap kanker. Karena itu, hasil tes biasanya dikombinasikan dengan pemeriksaan lainnya untuk memastikan diagnosis yang akurat.
Peluang Kesembuhan dan Pencegahan
Menurut data American Cancer Society, tingkat kelangsungan hidup lima tahun bagi penderita kanker ovarium berkisar 49 persen. Angka ini bisa lebih tinggi jika kanker terdeteksi pada stadium awal.
Sayangnya, belum ada cara pasti untuk mencegah kanker ovarium. Namun, mengetahui riwayat keluarga, menjaga berat badan ideal, serta rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dapat membantu mengurangi risiko.
Advertisement