KEMBAR78
Wamen ESDM Pastikan Program B50 Jalan Tahun Depan - Bisnis Liputan6.com
Sukses

Wamen ESDM Pastikan Program B50 Jalan Tahun Depan

Wamen ESDM Yuliot Tanjung menuturkan, pemerintah sudah evaluasi pelaksanaan bahan bakar Biodiesel dengan campuran 40 persen (B40) berjalan baik tahun ini.

Diterbitkan 08 Agustus 2025, 17:58 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan program B50 akan berjalan mulai 2026, tahun depan. Adapun, B40 akan mulai jalan tahun ini.

Yuliot menyampaikan, pemerintah sudah evaluasi pelaksanaan bahan bakar Biodiesel dengan campuran 40 persen (B40) berjalan baik tahun ini.

"Kita evaluasi untuk implementasi B40 tahun ini," ungkap Yuliot, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

Sedangkan, pelaksanaan program biodiesel dengan campuran nabati 50 persen atau B50 akan mulai dijalankan 2026 nanti. Targetnya akan dimulai pada awal tahun depan.

"Kita harapkan untuk implementasi tahun depan B50 segera bisa dilaksanakan. Iya, seperti ini, penetapan awal tahun," tuturnya.

Sebelumnya, Yuliot mengklaim program B40 yang sudah berjalan sukses diimplementasikan dengan baik. Baik yang bersifat public service obligation (PSO) maupun non PSO. Kementerian ESDM juga tengah mempersiapkan evaluasi untuk ketersediaan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk pencampuran bahan bakar B50.

Respons Pengusaha

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mempertanyakan program BBM Solar dengan campuran 50% bahan bakar nabati, atau biodiesel (B50) yang bakal mulai diterapkan awal 2026.

Dari sisi ketersediaan bahan, ia tidak mempermasalahkan lantaran Indonesia dikaruniai banyak kelapa sawit. Namun, Sahat meminta pemerintah turut mempertimbangkan keuntungan ekonomi dari padanya. 

"Dari volume realistis, tapi menguntungkan enggak? Itu pertanyaan kedua. Itu yang perlu dikaji," kata Sahat saat ditemui di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu, 5 Juli 2025.

Promosi 1
2 dari 3 halaman

Hitungan Ongkos Produksi

Sebagai gambaran, ia menghitung ongkos pengadaan bahan bakar untuk mesin diesel, yang berasal dari energi fosil dengan rentang harga USD 68-70 per barel. Jika diproduksi dalam bentuk Solar, harga keekonomiannya menjadi USD 72 per barel. 

"Sekarang sawit berapa? USD 870 per ton. Untuk jadi biodiesel tambah USD 85, jadi USD 955 per ton. USD 955 per ton dikali dengan 0,879, itu kira-kira USD 1.100 per kubik meter. Dibagi 6,2 untuk ke barel, itu USD 120-130. Mana yang lebih menguntungkan bagi Indonesia?" bebernya. 

Menurut dia, Indonesia saat ini idealnya masih berada di level B20 untuk implementasi program biodiesel. "Habis itu tergantung daripada market," imbuhnya. 

3 dari 3 halaman

Ikut Pola Brasil

Untuk menjalankan program biodiesel, Sahat meminta pemerintah mengikuti pola Brasil dalam mengembangkan bioetanol, sebagai bahan bakar nabati (BBN) yang bisa dicampurkan dalam BBM. 

Sahat menyebut Brasil sukses memanfaatkan tebu (bahan baku utama bioetanol) sesuai dengan kondisi pasar. Selain untuk BBN, Brasil juga bisa mengoptimalkan tebu untuk memproduksi gula. 

"Harusnya kita coba mengikuti pola Brasil. Brasil menggunakan bahan bakar kan bensin. Tapi bensin juga bisa diganti dengan etanol. Pada saat harga bensin tinggi, dia tidak bikin gula, dia bikin etanol. Tapi persis minyak ini turun, dia pakai gula aja sebagai bahan bakar," ungkapnya.

 

 

 

EnamPlus