Liputan6.com, Jakarta Rupiah kembali melemah pada perdagangan sore ini ke level Rp 16.687 per dolar AS. Padahal, sentimen positif semestinya datang dari revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga keuangan dunia itu menaikkan proyeksi dari 4,7% menjadi 4,8%.
Menurut pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, kondisi ini menunjukkan bahwa faktor eksternal dan domestik lebih dominan menekan rupiah dibandingkan sentimen optimistis dari IMF.
"Sore ini rupiah melemah di Rp 16.687 yang sebelumnya sempat mengalami penguatan. Apa sih yang menyebabkan rupiah kembali melemah, ya walaupun kita melihat bahwa IMF telah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,7% menjadi 4,8%," kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (23/9/2025).
Advertisement
Ibrahim menilai, salah satu penyebab pelemahan rupiah datang dari faktor domestik, khususnya pergantian kursi Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa. Menurutnya, perubahan ini masih menimbulkan penyesuaian bagi pelaku pasar.
Ia menambahkan, kebijakan yang dijalankan Purbaya sejauh ini juga belum diterima sepenuhnya oleh pasar. Investor masih menunggu langkah konkret untuk memastikan arah fiskal tetap stabil dan kredibel.
"Kemudian di sisi lain pun juga kita melihat bahwa kebijakan-kebijakan saat ini pun juga masih belum diterima oleh pasar, ya apa yang dilakukan oleh Purbaya," ujarnya.
Situasi ini menciptakan ketidakpastian di kalangan investor. Walaupun Indonesia memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, belum ada kepastian kuat bahwa perubahan di tingkat kepemimpinan keuangan tidak mengubah arah kebijakan secara signifikan.
Â
Sentimen Global Masih Lebih Dominan Tekan Rupiah
Selain faktor domestik, pelemahan rupiah juga dipengaruhi kondisi global. Data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan penurunan justru belum mampu memperkuat rupiah, meski memberi peluang Bank Sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunga.
Ibrahim menjelaskan, pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Oktober, dengan total penurunan 50 basis poin hingga akhir tahun. Namun, sentimen positif ini belum cukup menahan pelemahan rupiah.
"Ada kemungkinan besar Bank Central Amerika akan menurunkan suhu bunga dalam pertumbuhan di bulan Oktober, 25 basis poin, kemudian sampai akhir tahun kemungkinan besar total 50 basis poin," ujarnya.
Â
Advertisement
Ketegangan di Eropa dan Timur Tengah
Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Eropa dan Timur Tengah semakin memperburuk situasi pasar global.
Gejolak geopolitik ya di Eropa yang terus membara di mana Rusia terus melakukan penyerangan, membombardir wilayah-wilayah Ukraina dengan drone dan menggunakan misil yang begitu luar biasa sehingga mendapatkan kecaman-kecaman ya dari Amerika maupun dari NATO.
"Di Timur Tengah sendiri kita melihat bahwa pasca PBB diumumkan Israel terus menggempur wilayah-wilayah Jalur Gaza dan ingin menguasai 100% wilayah tersebut," pungkasnya.