Liputan6.com, Jakarta - Siapa pun yang pernah terseret ombak di pantai pasti tahu betul bagaimana rasanya air laut asin. Baik saat berenang di lepas pantai Queensland, Australia, maupun bermain di Pantai Jersey, Amerika Serikat — rasa garamnya sama saja. Tapi, pernahkah Anda bertanya-tanya, dari mana asal semua garam itu? Kenapa laut terasa jauh lebih asin dibanding danau atau sungai?
Apa Itu Garam?
Untuk memahami asal-usul rasa asin laut, kita perlu tahu dulu apa sebenarnya garam itu. Secara kimia, garam adalah senyawa yang terdiri dari ion bermuatan positif dan negatif yang saling tarik-menarik. Misalnya garam dapur yang biasa kita pakai, atau natrium klorida, terbentuk dari ion natrium bermuatan positif dan ion klorida bermuatan negatif, dikutip dari laman Mentafloss, Senin (7/7/2025).
Meski natrium dan klorida memang dominan di lautan, ternyata mereka bukan satu-satunya penyumbang rasa asin. “Garam di laut bukan cuma natrium dan klorida, tapi juga campuran ion lain seperti magnesium dan kalsium, yang sebagian besar asalnya dari bebatuan di daratan,” jelas Dr. Morgan Raven, pakar geokimia organik dan geobiologi dari University of California, Santa Barbara.
Advertisement
Dari Mana Garam Laut Berasal?
Sebagian besar garam di lautan sebenarnya berasal dari daratan. Ketika hujan turun, air hujan yang sedikit asam karena mengandung karbon dioksida akan mengikis bebatuan. Mineral dari batu-batuan itu lalu larut dan terbawa aliran sungai hingga bermuara ke laut.
Faktanya, sekitar 85 persen ion di laut adalah natrium dan klorida, sementara magnesium dan sulfat menyumbang sekitar 10 persen. Tidak semua garam ini akan menetap di laut selamanya, karena sebagian dikonsumsi oleh organisme laut. Tapi berkat pasokan terus-menerus dari sungai dan aliran air, kadar garam di laut tetap stabil.
Selain dari sungai, laut juga mendapat garam dari aktivitas bawah laut. Ventilasi hidrotermal — lubang di dasar laut yang memuntahkan air panas akibat dipanaskan magma — memungkinkan air laut bereaksi dengan mineral di sekitar celah tersebut. Gunung berapi bawah laut pun berkontribusi, menambah lebih banyak garam ke samudra dunia.
Operasi SAR pencarian korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali terus dioptimalkan memasuki hari kedua, Jumat (4/7). Area pencarian diperluas hingga radius 9 mil laut dari titik tenggelamnya kapal.
Kenapa Laut Asin, Tapi Sungai Tidak?
Menariknya, meskipun sungai membawa garam ke laut, air sungai sendiri tidak terasa asin. Ini karena volume air hujan yang terus-menerus mengalir di sungai jauh lebih besar dibanding jumlah ion yang dibawanya, sehingga tetap tergolong air tawar. Laut berbeda. Laut adalah “penampung garam” dunia — semua mineral yang terbawa sungai pada akhirnya berakhir di sana, dan tidak ada mekanisme pengenceran besar-besaran yang dapat mengimbangi konsentrasi garam itu.
Tingkat keasinan laut alias salinitas juga tidak seragam di seluruh dunia. “Salah satu alasan ilmuwan kelautan senang mempelajari salinitas adalah karena hanya ada sedikit faktor yang memengaruhinya, dan semua terjadi di permukaan atau dasar laut,” kata Raven.
Misalnya, permukaan Laut Mediterania lebih asin dibanding Samudra Pasifik di sekitar khatulistiwa. Penyebabnya adalah iklim kering di Mediterania membuat air cepat menguap, sehingga garam semakin pekat, sementara di daerah tropis curah hujan tinggi malah mengencerkan air laut.
Jadi singkatnya, laut terasa asin karena ia menjadi tempat akhir semua garam yang terbawa dari daratan oleh sungai. Tak peduli seberapa banyak hujan yang turun, laut akan terus asin — dan begitulah cara alam menjaga keseimbangan uniknya.
Advertisement