Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan sejumlah tarif untuk produk dan negara tertentu. Hal itu menimbulkan “perang dagang” global.
Presiden AS Donald Trump telah menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor ke Amerika Serikat (AS), serta bea tambahan untuk produk dan negara tertentu.Demikian mengutip dari laman ABC, Kamis (17/7/2025).
Adapun tarif ini seperti pajak yang dikenakan atas barang yang dibeli dari negara lain. Pemerintah memakainya untuk melindungi industri lokal dari persaingan eksternal.
Advertisement
Namun, konsumen mesti harus membayar lebih. Importir membayar tarif dan kemudian membebankan biaya lebih tinggi tersebut kepada pelanggan.
Trump menuturkan ingin membawa kembali sektor manufaktur ke AS dan menilai tarif adalah alat terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Tarif itu dipakai untuk mengurangi permintaan barang-barang luar negeri karena harganya akan menjadi lebih mahal bagi konsumen AS dan produk buatan AS akan menjadi lebih kompetitif.
Trump awalnya mengumumkan tarif itu pada April, kemudian menangguhkannya selama 90 hari. Hal ini agar negara-negara itu dapat membuat kesepakatan, 90 kesepakatan dalam 90 hari.
Batas waktu itu berakhir pada 9 Juli dengan hanya dua kesepakatan yang diumumkan. Kemudian Trump mengumumkan revisi tarif untuk beberapa negara termasuk banyak negara di Asia dan penangguhan tarif lagi hingga 1 Agustus.
Apa Artinya bagi Konsumen Asia Pasifik?
"Penting untuk diingat beban utama tarif ini akan ditanggung oleh bisnis Amerika, dan konsumen Amerika yang akan membayar harga lebih tinggi untuk barang impor jadi yang dikenakan tarif,” ujar Ekonom Saul Eslake.
Ia menuturkan, tarif hanya akan merugikan produsen di India dan Asia Tenggara jika perusahaan yang berbasis di sana yang ekspor ke AS dikenakan tarif, memutuskan untuk menyerap tarif ke dalam harga yang dikenakan kepada pelanggan AS alih-alih meneruskannya.
Jika mereka meneruskan tarif dalam bentuk harga yang lebih tinggi, mereka kehilangan “pangsa pasar” dari produsen domestik AS atau dari produsen dari negara lain yang tarifnya lebih rendah.
“Ada kemungkinan juga konsumen di Asia Tenggara atau India dapat diuntungkan dari harga yang lebih rendah untuk barang-barang impor dari negara ketiga terutama China jika produsen China tidak dapat, karena tarif yang sangat tinggi, menjual produk di AS dan kemudian memutuskan untuk mengalihkannya ke pasar lain.”
Ekonom Monash University Business School, Robert Brooks sepakat konsumen AS yang akan paling terdampak langsung dari tarif.
"Orang AS akan menjadi konsumen yang menanggung sebagian besar biaya ini,” kata dia.
Ia menuturkan, dampak paling mungkin terjadi di Asia adalah jika arus perdagangan ke AS berkurang. “Rata-rata konsumen di negara-negara Asia ini terdampak karena perekonomian mereka kurang bergairah. Mereka berada dalam perekonomian yang memiliki kapasitas pertumbuhan lebih rendah karena tarif,” kata dia.
Advertisement
Tugas yang Sulit
Terkait reaksi negara-negara di Asia, Eslaka mengatakan, ada beberapa kemungkinan. Mereka dapat menyetujui tuntutan AS untuk mengurangi tarif dan hambatan non-tarif lainnya yakni kuota meski hal ini mungkin menyebabkan AS menuntut konsesi lebih lanjut, termasuk pemberlakuan pembatasan perdagangan tambahan terhadap China.
“Itu tampaknya menjadi salah satu tujuan utama AS, untuk melemahkan China secara ekonomi,” kata dia.
“Jadi, negara-negara perlu memutuskan apakah mereka lebih menghargai hubungan ekonomi dan hubungan lainnya dengan China dibandingkan dengan hubungan mereka dengan AS, dan setiap negara mungkin akan memberikan jawaban yang berbeda untuk pertanyaan itu,” ia menambahkan.
Alternatifnya menolak tuntutan AS, dan menerima tarif apa pun yang diputuskan AS untuk diberlakukan, atau mreka dapat memutuskan untuk melawan tarif AS dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi atas barang-barang yang diimpor ke negara mereka dari AS.
“Tetapi ingat dengan cara yang sama, hal itu akan mengenakan harga yang lebih tinggi kepada konsumen dan bisnis mereka sendiri. Tarif pembalasan itulah yang saya sebut regu tembak melingkar,/’ kata dia.
Ekonom Lowy Institute Roland Rajah menuturkan, meski situasi masih belum pasti, Anda harus berpikir mereka akan bertujuan untuk mendapatkan sesuatu serupa dan lebih baik daripada yang dimiliki Vietnam.
“Sejak awal selalu jelas itu akan sangat sulit. Ini bukan negosiasi yang mendalam, itu sudah cukup jelas. Namun, bahkan melakukan negosiasi yang cukup dangkal pun tetap merupakan tugas yang sulit,” kata dia.