Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyatakan apresiasinya terhadap keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menegosiasikan penurunan tarif impor Trump.
Menurutnya, langkah ini sangat strategis dalam menjaga dan mendorong daya saing industri nasional, terutama sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki.
“Kita mesti apresiasi bahwa pemerintah kita bisa sampai segini. Kita gak nyangka, ini kan tuh tinggal berapa negara cuman yang dapet. jauh kita turunnya (dari 32 persen ke 19 persen),” kata Shinta saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Advertisement
Menurut Shinta, penurunan tarif sebesar 19% untuk produk ekspor Indonesia ke AS akan memberi ruang besar bagi para pelaku usaha untuk mempertahankan pasar yang ada dan berekspansi lebih jauh.
Ia membandingkan pencapaian ini dengan Vietnam yang mendapat tarif 20%, namun dikenai biaya tambahan akibat mekanisme transhipment.
“Cuman sekarang kita kan buat itung-itungannya, seperti mungkin yang paling deket kita tuh kan Vietnam. Vietnam dapetnya 20%, tapi kan dia ada transhipment gitu kan,” ujarnya.
Industri TPT
Lebih lanjut, Shinta mengatakan industri TPT menjadi perhatian khusus karena kontribusinya yang besar terhadap ekspor dan lapangan kerja.
Saat ini, ekspor TPT Indonesia ke AS mencapai porsi besar, sekitar 61%, sehingga pengusaha sempat khawatir dengan pengalihan pesanan oleh brand besar ke negara lain seperti Bangladesh. Namun dengan tarif yang lebih rendah, Indonesia dinilai berada dalam posisi kompetitif.
“Yang pasti sekarang Bangladesh, semuanya kompetitor TPT, produsen TPT kita, yang pasti jauh lebih tinggi dari kita gitu,” ujarnya.
Advertisement
Tarif Trump dan EU CEPA Selamatkan Industri Padat Karya
Selain keberhasilan negosiasi dengan AS, Shinta juga menyoroti pentingnya kesepakatan dagang dengan Uni Eropa melalui skema EU CEPA. Kedua perjanjian ini dinilai dapat membantu menyelamatkan industri padat karya nasional yang saat ini sedang terpuruk.
“Jadi, itu pasti akan sangat membantu, paling tidak untuk mempertahankan yang ada sekarang. Sekarang kita tinggal bisa gak kita ambil peluang lebih banyak,” ujarnya.
Ia menilai dua perjanjian dagang ini penting bukan hanya untuk menjaga keberlangsungan industri, tapi juga menyelamatkan lapangan kerja.
Meski demikian, Shinta mengingatkan bahwa tarif bukan satu-satunya faktor penting. Ia menekankan perlunya perhitungan menyeluruh atas biaya produksi dan efisiensi di dalam negeri.