Liputan6.com, Jakarta - Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan harga emas dunia menutup perdagangan Sabtu (6/9/2025) pagi di level USD 3.587 per troy ounce. Menurutnya, tren penguatan emas masih berlanjut hingga akhir tahun 2025.
Berdasarkan analisis teknikalnya, emas berpotensi mencapai level USD 3.700 pada Desember mendatang. Ibrahim menegaskan, penguatan ini bukan sekadar euforia jangka pendek. Ia melihat pola pergerakan emas di grafik weekly dan monthly menunjukkan tren naik yang cukup konsisten.
"Bahwa dalam penutupan pasar, Sabtu pagi, harga emas Dunia ditutup di USD 3.587. Ada kemungkinan besar harga emas Dunia ini akan kembali menguat di level USD 3.615. Kalau seandainya ini bisa tercapai, kemungkinan besar harga emas Dunia itu akan menguat di level USD 3.700," kata Ibrahim dikutip Liputan6.com dalam keterangannya, Minggu (7/9/2025).
Advertisement
Selain faktor teknikal, sejumlah data fundamental juga mendukung reli harga emas. Rilis data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari ekspektasi menjadi katalis utama. Penurunan angka pengangguran ke 4,3% menimbulkan spekulasi bahwa The Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada pertemuan 16–17 September mendatang.
"Ini yang membuat spekulasi Bank Sentral Amerika menurunkan suku bunga sehingga banyak investor besar mengambil posisi beli sampai di level USD 3.613 pada hari Senin," ujarnya.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga ini membuat investor berbondong-bondong mengalihkan aset ke emas. Investor besar, menurut Ibrahim, bahkan sudah mengambil posisi beli sejak pekan lalu untuk mengantisipasi lonjakan harga.
Â
Faktor yang Mempengaruhi Harga Emas
Selain itu, di minggu depan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan melakukan banding ke pengadilan federal. Dimana sebelumnya pengadilan memutuskan bahwa kebijakan perang dagang yang dilakukan oleh Trump terhadap negara-negara di dunia ini adalah ilegal. Sehingga minggu depan ini adalah minggu yang paling krusial bagi perpolitikan di Amerika.
Kemudian di sisi lain, Trump juga banding untuk perang dagang di pengadilan federal. Tak hanya itu saja, terkait masalah perang dagang juga sedang berlangsung antara Amerika dengan India. India bersikeras terus menantang perang dagang yang dilakukan oleh Amerika dan India melakukannya dengan menggunakan mata uang regional di negara anggota BRICS.
"Dan ini pun juga kita lihat bahwa Trump sendiri sangat menentang bahwa perdagangan internasional itu cuma satu, yaitu menggunakan dolar. Sehingga ada kemungkinan besar Trump akan mengenakan tarif 100% terhadap negara-negara anggota BRICS yang menggunakan mata uang regionalnya," ujarnya.
Â
Advertisement
Faktor Lainnya
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memanas menjelang sidang PBB. Amerika Serikat dilaporkan menolak memberikan visa bagi hampir 60 pejabat Palestina, sehingga mereka tak bisa hadir dalam forum internasional tersebut. Di saat yang sama, pasukan Israel telah menguasai hampir separuh wilayah Jalur Gaza, yang memicu kecaman keras dari Mesir dan Qatar.
Situasi ini menambah ketidakpastian global, terutama di pasar komoditas. Konflik di Timur Tengah, tensi perdagangan, serta kebijakan bank sentral yang berencana menurunkan suku bunga pada September, mendorong harga emas dunia terus menguat.
Selain itu, Tiongkok aktif memperbesar cadangan emas batangan, diikuti India yang juga menimbun logam mulia sebagai strategi menghadapi kemungkinan guncangan geopolitik.
Kedua negara Asia itu memproyeksikan potensi konflik besar di kawasan, khususnya terkait Taiwan yang masih dipandang Tiongkok sebagai provinsi yang harus dipersatukan.
"Nah, ini pasti akan terjadi konfrontasi yang begitu mendasar sehingga terjadi perang terbuka di Laut China Selatan," pungkasnya.