Liputan6.com, Jakarta Dimulainya kembali siklus pelonggaran The Federal Reserve yang berhati-hati telah sedikit mengurangi momentum emas. Hal ini karena harga emas gagal bertahan di atas USD 3.700 per ons.
Namun, meski pasar berpotensi mengalami aksi ambil untung dalam jangka pendek, para analis menilai emas tetap memiliki dukungan kuat.
Dikutip dari Kitco.com, Senin (22/9/2025), meskipun turun dari rekor tertinggi intraday, harga emas dunia kembali mencatatkan rekor penutupan mingguan. Harga emas di pasar spot terakhir diperdagangkan di USD 3.683,10 per ons, naik 1% dibandingkan Jumat lalu.
Advertisement
Chief Strategy Officer di BNP Paribas Fortis, Philippe Gijsels, mengatakan bahwa meski harga emas mungkin akan berfluktuasi di sekitar USD 3.600 per ons dalam waktu dekat, sulit membayangkan harga akan turun jauh lebih rendah, karena The Fed telah memulai kembali siklus pelonggarannya.
Ia menambahkan bahwa investor baru saja mulai masuk kembali ke pasar, dan dengan ketidakpastian ekonomi yang besar, ia memperkirakan akan ada aksi beli agresif ketika harga terkoreksi.
“Walaupun reli ini terlihat berlebihan dengan kenaikan hampir 40%, kita sebenarnya masih berada di tahap awal pasar bullish ini,” ujarnya.
Menurut Gijsels, karena ketidakpastian global, potensi pembelian emas masih sangat besar, dan harga masih bisa dengan mudah mencapai USD 4.000 pada akhir tahun atau awal 2026.
Emas Aset Moneter Penting
Kepala strategi berjangka dan forex di Tastylive.com, Christopher Vecchio, juga melihat nilai besar pada emas sebagai aset moneter penting yang mendominasi pasar keuangan global.
“Apakah emas masih layak dibeli di USD 3.700 per ons? Dalam kondisi ini, jawabannya jelas ya. Saya terus mencoba mencari alasan untuk bersikap bearish pada emas, namun skenario itu tetap tidak saya temukan," ujar Vecchio.
Vecchio menambahkan bahwa bahkan pada harga tinggi sekalipun, bank sentral akan terus membeli emas karena kepercayaan pada dolar AS semakin melemah.
Ia mencatat bahwa bukan hanya pemerintah AS berusaha memaksa The Fed memangkas suku bunga secara agresif meski tekanan inflasi meningkat, tetapi juga utang nasional terus bertambah dengan laju yang tidak berkelanjutan.
“Bank sentral akan terus secara bertahap melakukan diversifikasi dari dolar AS, dan satu-satunya alternatif nyata yang mereka miliki adalah emas," ujar Vecchio.
Advertisement
Kebijakan The Fed
Meskipun The Fed telah merancang jalur kebijakan moneter yang tidak seagresif ekspektas, sebagian pelaku pasar memberi sinyal kemungkinan dua kali pemangkasan suku bunga lagi tahun ini dan satu kali pada 2026. Beberapa analis menilai masih ada potensi pelonggaran yang lebih agresif, terutama jika Presiden Trump dapat menunjuk lebih banyak gubernur baru ke dewan.
Satu-satunya suara yang berbeda dalam keputusan kebijakan moneter Rabu lalu datang dari Stephen Miran, pejabat yang baru saja ditunjuk Trump, yang lebih memilih pemangkasan sebesar 50 basis poin.
“Perilaku voting Miran, orang dekat Trump yang kemungkinan juga pihak di FOMC yang menginginkan pemangkasan suku bunga hingga 125 basis poin pada akhir tahun ini, memberi gambaran tentang apa yang bisa terjadi,” kata Analis Komoditas di Commerzbank, Carsten Fritsch.
Menurut Fritsch, pemangkasan suku bunga seagresif itu, meski ancaman inflasi tetap ada, bisa mendorong harga emas jauh lebih tinggi. Pasar kemungkinan akan sangat menantikan pernyataan Miran saat ia berbicara pada Senin mendatang di acara yang diselenggarakan oleh Economic Club of New York.
Investor Emas Harus Hati-hati
Meski emas masih berada dalam tren naik yang solid, beberapa analis mengingatkan investor agar bersiap menghadapi volatilitas seiring aksi ambil untung di level harga tinggi.
Reli singkat emas di atas USD 3.700 per ons pekan ini telah mendorong kenaikan harga lebih dari 40% sejak awal tahun, menjadi kenaikan tahunan terkuat sejak akhir 1970-an.
“Para trader emas, yang melihat kenaikan sejak awal tahun dan jalur kebijakan moneter The Fed yang kini lebih jelas, memandang ini sebagai peluang untuk mengambil keuntungan,” ujar Chief Investment Officer di Zaye Capital Markets, Naeem Aslam.
Hal ini jelas telah memicu aksi jual pada harga logam mulia ini. Akibatnya, Aslam yakin besar kemungkinan kita akan melihat konsolidasi harga. Namun, Aslam menambahkan bahwa emas akan sangat sensitif terhadap data inflasi pekan depan.
“Jika inflasi terbukti lebih sulit dikendalikan dari perkiraan, atau jika muncul berita politik baru yang memicu volatilitas, emas bisa dengan cepat bergerak ke kisaran USD 3.750–USD 3.800," pungkas Aslam.
Advertisement