Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) yang saat ini berada pada level 4,75 persen merupakan tingkat BI-Rate terendah sejak 2022.
Sejak tahun lalu, BI tercatat telah melakukan enam kali pemangkasan tingkat suku bunga acuan sejak September 2024 yang pada saat itu mencapai level 6 persen.
“BI-Rate telah turun sebesar 150 basis poin (bps) sejak September 2024 menjadi 4,75 persen yang merupakan level terendah sejak tahun 2022,” ujar Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025 yang digelar secara daring, di Jakarta, Rabu.
Advertisement
Ia mengatakan penurunan BI-Rate tersebut merupakan bagian dari bauran kebijakan yang diimplementasikan pihaknya untuk mendorong pertumbuhan dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Kebijakan lainnya yang diterapkan adalah memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan intervensi di pasar off-shore Non-Deliverable Forward (NDF) maupun intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, Domestic NDF (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Sejalan dengan hal tersebut, BI menetapkan suku bunga instrumen moneter valas yang kompetitif untuk menjaga daya tarik penempatan dana di Indonesia yang dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Ekspansi Likuiditas Rupiah
Perry mengatakan pihaknya juga melakukan ekspansi likuiditas rupiah melalui penurunan posisi instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp707,05 triliun pada 21 Oktober 2025.
Selain itu, Bank Indonesia membeli SBN sebagai bentuk sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, yang hingga 21 Oktober 2025 mencapai Rp268,36 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp199,45 triliun.
Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.
“Kebijakan moneter juga didukung oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Perry pula.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Bulan Oktober 2025 yang berlangsung pada Selasa (21/10), dan Rabu ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap berada pada level 4,75 persen.
Advertisement
Tak Pangkas BI Rate, Bank Indonesia Fokus Minta Bunga Kredit Turun
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo masih membuka opsi pemangkasan suku bunga acuan ke depan. Meskipun Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21-22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 4,75 persen.
Pery mengatakan, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 6 kali. Oleh karenanya, pihak bank sentral saat ini fokus untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter kepada pihak perbankan, utamanya soal penurunan suku bunga kredit.
"Penurunan suku bunga BI rate telah diikuti penurunan suku bunga di pasar uang. Bahkan suku bunga yield imbal hasil SBN juga sudah turun," ujar Perry dalam sesi konferensi pers hasil RDG BI, Rabu (22/10/2025).
"Isunya, masalahnya adalah bagaimana suku bunga dana pihak ketiga dan suku bunga kredit yang turunnya masih berjalan lambat. Itu yang kami terus dorong. Tentu saja agar suku bunga kredit bisa turun dan mendorong pertumbuhan ekonomi," bebernya.
Bos BI memandang ruang penurunan suku bunga ke depan masih terbuka lebar. Dengan dasar pertimbangan, inflasi 2025-2026 masih rendah.
"Terutama inflasi inti yang rendah dan terkendali di kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Oleh karenanya terbuka ruang penurunan suku bunga," imbuhnya.
Sinergi dengan Menkeu Purbaya
Bank Indonesia juga terus bersinergi kuat dengan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Lantaran pertumbuhan ekonomi saat ini dan tahun depan dinilai masih di bawah kapasitas output nasional.
"Dengan demikian mendorong permintaan domestik, mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih sejalan untuk juga keinginan kita mendorong pertumbuhan tanpa menimbulkan risiko kenaikan inflasi, khususnya inflasi inti," ungkapnya.
Bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, BI terus berupaya menambah ekspansi fiskal belanja pemerintah untuk sektor riil.
"Dua pertimbangan ini, inflasi rendah dan perlunya bersinergi mendorong pertumbuhan, jadi landasan utama kami masih memandang ruang penurunan suku bunga itu masih terbuka," tutur Perry.
Advertisement