Liputan6.com, Jakarta Hukum vasektomi menurut ajaran Islam secara umum adalah haram, karena tindakan tersebut dapat memutus keturunan secara permanen.
“Meski begitu, dalam kondisi darurat, hukum haram dapat berubah menjadi diperbolehkan, misalnya karena alasan medis yang sangat mendesak,” kata Wakil Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Blitar, Ustaz Muhammad Zainul Millah mengutip NU Online, Senin (12/5/2025).
Keputusan Nahdlatul Ulama (NU) tentang vasektomi dalam Muktamar ke-28 di Krapyak Yogyakarta, menegaskan bahwa sterilisasi hukumnya diperbolehkan selama dapat dipulihkan kembali. Artinya, boleh jika kemampuan membuahi dapat dikembalikan dan tidak sampai merusak atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi. Sehingga untuk sterilisasi permanen seperti vasektomi, hukumnya tidak diperbolehkan.
Advertisement
Larangan vasektomi ini berlaku selama tidak dalam kondisi darurat. Jika dalam keadaan darurat, maka diperbolehkan melakukan vasektomi dengan menerapkan kaidah fiqih: “Jika dua mafsadah (penyebab mudarat) bertentangan, maka yang diperhatikan adalah yang paling berbahaya dengan melakukan yang kecil risikonya."
Berikut kutipan pendapat Muktamar NU: وَكَذَا اسْتِعْمَالُ الْمَرْأَةِ الشَّيْءَ الَّذِي يُبْطِئُ الْحَبْلَ وَيَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي الْأَوَّلِ وَيَحْرُمُ فِي الثَّانِي اهـ وَعِنْدَ وُجُودِ الضَّرُورَةِ فَعَلَى الْقَاعِدَةِ الْفِقْهِيَّةِ إِذَا تَعَارَضَ الْمَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا مَفْسَدَةً اهـ
Artinya: “Begitu pula menggunakan obat yang menunda atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka dimakruhkan dalam kasus pertama dan diharamkan dalam kasus kedua. Dan ketika terdapat kondisi darurat, maka berlaku kaidah fiqhiyah, ‘Jika dua mafsadah bertentangan, maka yang diperhatikan adalah yang paling berbahaya dengan melakukan yang kecil resikonya’.” (Ahkamul Fuqaha, [Surabaya, Khalista-Lembaga Ta’lif wan Nasyr PBNU: 2019], halaman 448-350).
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi usulkan rencana baru keikutsertaan dalam program keluarga berencana jadi syarat menerima bansos Pemprov Jawa Barat.
Mayoritas Ulama Haramkan Vasektomi
Dalam Islam, punya keturunan adalah anugerah dan tujuan mulia dari pernikahan. Karena itu, tindakan medis yang dapat memutus kemungkinan punya anak secara permanen, hukumnya haram menurut mayoritas ulama.
Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramli menyebutkan, memakai cara yang bisa memutus kehamilan selamanya termasuk perbuatan terlarang bagi pria dan wanita.
Ibnu Yunus menegaskan, wanita tidak boleh menggunakan metode pencegah kehamilan permanen, meski dengan izin suami.
أَمَّا اسْتِعْمَالُ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ دَوَاءً لِمَنْعِ الْحَبَلِ فَقَدْ سُئِلَ عَنْهَا الشَّيْخُ عِزُّ الدِّيْنِ فَقَالَ لَا يَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ ذَلِكَ وَظَاهِرُهُ التَّحْرِيمُ وَبِهِ أَفْتَى الْعِمَادُ بْنُ يُونُسَ فَسُئِلَ عَمَّا إذَا تَرَاضَى الزَّوْجَانِ الْحُرَّانِ عَلَى تَرْكِ الْحَبَلِ هَلْ يَجُوزُ التَّدَاوِي لِمَنْعِهِ بَعْدَ طُهْرِ الْحَيْضِ أَجَابَ لَا يَجُوزُ ا هـ
Artinya, “Adapun penggunaan obat-obatan untuk pria dan wanita dengan tujuan mencegah kehamilan, Syekh Izzuddin pernah ditanya tentang hal tersebut, ia menjawab, ‘Bahwa wanita tidak boleh mengonsumsi obat untuk mencegah kehamilan, secara nyata adalah haram. Berkaitan dengan hal itu, Imam Al-Imad bin Yunus berfatwa, bahwa ia pernah ditanya tentang pasangan suami-istri yang merdeka (bukan budak), sama-sama setuju untuk tidak mengikuti program hamil, apakah boleh mengambil tindakan medis atau berobat untuk tidak hamil setelah suci haid? Kemudian ia menjawab, ‘Tidak boleh.’" (Nihayatul Muhtaj, [Beirut: Darul Fikr, 1984] juz 8, halaman 443).
Advertisement
Kapan Islam Membolehkan Vasektomi?
Meski demikian, Islam bukan agama yang kaku. Dalam kondisi darurat, misalnya ada penyakit berbahaya atau kehamilan bisa mengancam nyawa, tindakan sterilisasi permanen bisa dibolehkan, sebagaimana keputusan muktamar di atas.
Ini berdasarkan kaidah fiqih: “Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.”
Jadi, vasektomi secara umum diharamkan dalam Islam karena menghilangkan fungsi keturunan secara permanen. Namun, jika dilakukan dalam kondisi darurat dengan memenuhi syarat-syarat yang ketat, maka hukum dapat berubah menjadi mubah sesuai prinsip darurat dalam fiqih Islam.
“Umat Islam perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan medis semacam ini dan sebaiknya berkonsultasi dengan dokter yang amanah serta ulama yang paham fiqih kontemporer. Sebab, menjaga keturunan adalah bagian dari maqashid syariah, tapi menjaga jiwa dan kesehatan juga merupakan prioritas dalam Islam,” tutup Zainul Millah.