Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak anjlok menjelang pertemuan OPEC+ yang akan menghasilkan kenaikan produksi yang substansial. Sementara itu, ancaman tarif terbaru Presiden AS Donald Trump mengurangi minat terhadap risiko yang lebih luas.
Mengutip Yahoo Finance, Sabtu (5/7/2025), harga minyak Brent turun 68 sen atau 0,98% ke posisi USD 68,43 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun di bawah USD 67 per barel, memperpanjang penurunan 0,7% pada Kamis pekan ini. Kartel itu mempertimbangkan untuk mempercepat pemulihan produksi minyak lebih jauh dan akan membahas kenaikan lebih dari 411.000 barel per hari untuk Agustus pada pertemuan Sabtu pekan ini, demikian disampaikan delegasi.
Kebijakan perdagangan global juga menjadi fokus, mendorong saham di Asia dan wilayah lainnya turun. Presiden AS Donald Trump menuturkan, pemerintahannya akan mulai mengirimkan surat kepada mitra dagang untuk menetapkan tarif unilateral sebelum batas waktu 9 Juli dan pungutan baru akan mulai berlaku pada Agustus.
Advertisement
Harga minyak mentah bergejolak dalam beberapa minggu terakhir, diguncang oleh kekhawatiran perang Israel-Iran akan menghambat pasokan.
Pasar meski telah tenang, kekhawatiran masih ada atas negosiasi dengan Iran, pembicaraan perdagangan yang dipimpin AS, dan kebijakan yang berkembang oleh OPEC+.
"Fundamental absolut pasar sedang mengambil alih,” ujar Senior Vice President Rystad Energy di Calgary, Susan Bell.
"Premi risiko telah keluar dari pasar dan fundamentalnya cukup lemah,” ia menambahkan.
Mengenai Iran, Washington berencana untuk memulai kembali pembicaraan nuklir, dan utusan Timur Tengah AS Steven Witkoff akan bertemu Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi di Oslo minggu depan, Axios melaporkan. Sementara itu, AS mengambil langkah-langkah baru untuk membatasi perdagangan minyak Republik Islam, yang terus menekan Teheran.
Di Kanada, kebakaran hutan terjadi di wilayah Fort McMurray, sekitar 20 kilometer (12 mil) dari lokasi produksi pasir minyak utama. Produksi dari Alberta turun ke level terendah dalam dua tahun pada bulan Mei, bersamaan dengan penurunan produksi dari Meksiko dan larangan pengiriman dari Venezuela untuk memperkuat harga minyak mentah yang tinggi.
Harga Minyak Tergelincir, 2 Faktor Ini Jadi Biang Kerok
Sebelumnya, harga minyak melemah pada perdagangan Kamis, 3 Juli 2025 waktu setempat. Koreksi harga minyak ini kemungkinan tarif Amerika Serikat (AS) kembali diberlakukan menimbulkan pertanyaan tentang permintaan menjelang peningkatan pasokan yang diharapkan oleh produsen utama.
Mengutip CNBC, Jumat (4/7/2025), harga minyak Brent melemah 68 sen atau 0,98% menjadi USD 68,43 per barel pada pukul 11:45 ET. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut 84 sen atau 1,25% menjadi USD 66,61.
Harga minyak kedua kontrak itu mencapai titik tertinggi dalam satu minggu pada Rabu pekan ini. Hal itu karena produsen minyak Iran menangguhkan kerja sama dengan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), meningkatkan kekhawatiran perselisihan yang masih ada atas program nuklirnya dapat kembali berkembang menjadi konflik bersenjata.
Kesepakatan perdagangan awal antara AS dan Vietnam juga meningkatkan harga. Namun, ketidakpastian tarif tampak besar. Jeda 90 hari penerapan tarif AS yang lebih tinggi berakhir pada 9 Juli, dan beberapa mitra dagang besar belum mencapai kesepakatan perdagangan, termasuk Uni Eropa dan Jepang yang menimbulkan kekhawatiran tentang dampak ekonomi, dengan implikasi pada permintaan bahan bakar.
Sementara itu, kelompok produsen minyak OPEC+ akan setuju menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada pertemuan kebijakannya akhir pekan ini.
Menambah sentimen negatif, survei sektor swasta menunjukkan aktivitas jasa di China, importir minyak terbesar di dunia tumbuh pada laju paling lambat dalam sembilan bulan pada Juni karena permintaan melemah dan pesanan ekspor baru menurun.
Advertisement
Persediaan Minyak Naik
Peningkatan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah AS juga menyoroti kekhawatiran permintaan di konsumen minyak mentah terbesar di dunia.
Badan Informasi Energi AS mengatakan pada Rabu kalau persediaan minyak mentah domestik naik sebesar 3,8 juta barel menjadi 419 juta barel minggu lalu. Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan penurunan sebesar 1,8 juta barel.
Pertumbuhan lapangan kerja di AS solid pada Juni sementara tingkat pengangguran turun secara tak terduga, data menunjukkan pada Kamis, yang berpotensi memungkinkan Federal Reserve untuk menunda pemotongan suku bunga.
"Laporan lapangan kerja hari Kamis lebih kuat dari yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa ketahanan yang telah kita lihat dalam perekonomian selama beberapa bulan terakhir masih utuh. Kami masih memperkirakan Federal Reserve akan melanjutkan pendekatan menunggu dan melihat pada suku bunga," kata Chief Investment Officer Abound Financial, David Laut.